Opini: Membangun Indonesia Raya Lewat Ideologi Pancasila dan Transformasi Ekonomi Syariah

Opini: Membangun Indonesia Raya Lewat Ideologi Pancasila dan Transformasi Ekonomi Syariah

Share :

 

Membangun Indonesia Raya Lewat Ideologi Pancasila dan Transformasi Ekonomi Syariah

Gatot Bintoro Putro Aji, M.E.Sy
Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

Tanggal 1 Juni setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila, tonggak historis lahirnya dasar negara yang menyatukan bangsa Indonesia dalam keragaman. Pada momen tahun 2025 ini, yang menandai delapan dekade sejak Pancasila pertama kali diikrarkan, muncul tantangan sekaligus peluang baru: bagaimana ideologi ini tidak hanya menjadi semboyan, tetapi juga menjadi kekuatan transformasional dalam pembangunan bangsa. Salah satu area paling strategis untuk ditopang oleh nilai-nilai Pancasila adalah sistem ekonomi nasional, khususnya melalui penguatan ekonomi syariah sebagai bagian dari jalan menuju Indonesia Raya yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Sebagai ideologi, Pancasila bukan sekadar simbol pemersatu, tetapi juga pedoman etis dan filosofis dalam pengambilan kebijakan publik. Nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan Sosial adalah fondasi yang tidak lekang oleh zaman. Dalam konteks ekonomi, sila kelima tentang “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” menjadi landasan utama dalam merancang sistem yang tidak timpang, tidak eksploitatif, dan tidak elitis.

Namun demikian, sistem ekonomi nasional masih belum sepenuhnya mencerminkan semangat keadilan sosial tersebut. Ketimpangan distribusi kekayaan, praktik rente, ekonomi ekstraktif, dan dominasi kapitalisme pasar bebas sering kali menjauhkan rakyat dari kesejahteraan yang dijanjikan dalam sila kelima. Di sinilah peran transformasi ekonomi syariah menjadi relevan dan sangat penting.

Ekonomi syariah hadir bukan sebagai tandingan sistem kapitalisme atau sosialisme, tetapi sebagai alternatif ketiga yang menyeimbangkan antara nilai spiritual, keadilan distributif, dan pertumbuhan ekonomi. Prinsip-prinsip seperti larangan riba, keharusan zakat dan sedekah, serta penguatan sektor riil menjadi pilar yang dapat memperbaiki ketimpangan sosial dan mewujudkan pemerataan kesejahteraan.

Lebih dari itu, ekonomi syariah sangat selaras dengan Pancasila. Misalnya, prinsip tauhid (Ketuhanan) dalam ekonomi syariah senada dengan sila pertama Pancasila. Konsep keadilan dalam muamalah sangat dekat dengan sila kelima. Kegiatan bisnis yang dijalankan dengan etika dan tanggung jawab sosial mencerminkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Bahkan semangat kolektif dalam pengembangan koperasi syariah atau BMT (Baitul Maal wat Tamwil) sejajar dengan semangat gotong royong yang terkandung dalam nilai-nilai luhur Pancasila.

Membangun Indonesia Raya tidak cukup hanya dengan pembangunan infrastruktur atau digitalisasi layanan publik. Diperlukan pembangunan mentalitas bangsa dan sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat. Sinergi antara ideologi Pancasila dan prinsip-prinsip ekonomi syariah menciptakan harmoni antara kebijakan negara dan nilai-nilai etis dalam masyarakat.

Penerapan ekonomi syariah secara lebih luas juga akan memperluas inklusi keuangan. Banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang selama ini berada di luar sistem perbankan konvensional akan terbantu melalui pembiayaan syariah yang lebih adil dan transparan. Lebih jauh, keuangan syariah juga memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development) melalui instrumen seperti sukuk hijau (green sukuk), wakaf produktif, dan pembiayaan UMKM.

Visi Indonesia Emas 2045 menargetkan Indonesia sebagai negara maju, berdaya saing global, dan memiliki kualitas hidup rakyat yang tinggi. Untuk mencapai visi tersebut, kita tidak hanya membutuhkan inovasi teknologi dan stabilitas politik, tetapi juga sistem ekonomi yang berlandaskan nilai, adil secara sosial, dan kuat secara moral.

Ekonomi syariah, bila dipadukan dengan spirit Pancasila, menjadi motor penggerak dalam menata ulang arah pembangunan nasional. Pendidikan ideologi dan literasi ekonomi syariah harus ditanamkan sejak dini, agar generasi muda tidak terjebak dalam euforia kapitalisme digital yang serba instan tetapi nihil nilai.

Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025 seharusnya tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga menjadi momentum refleksi nasional: sudah sejauh mana kita mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan ekonomi? Sudahkah sistem keuangan dan perdagangan kita mencerminkan keadilan sosial? Apakah sektor riil telah didukung penuh untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran?

Sudah saatnya kita menjadikan ideologi Pancasila dan ekonomi syariah sebagai dua kaki yang saling menopang dalam menempuh perjalanan besar menuju Indonesia Raya. Keduanya bukan sekadar wacana, melainkan jalan nyata menuju bangsa yang adil, sejahtera, dan bermartabat di tengah percaturan global. Indonesia Raya bukan hanya mimpi, tetapi tujuan yang dapat dicapai bila dibangun dengan nilai, prinsip, dan keberpihakan pada rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *