Bandar Lampung, MUI Lampung Digital
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung melalui Asisten Intelijen menggelar Rapat Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (PAKEM), Rabu (11/6/2025), bertempat di Ruang Rapat Asisten Intelijen Kejati Lampung. Agenda utama rapat kali ini membahas eksistensi dan aktivitas Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di wilayah Provinsi Lampung.
Asisten Intelijen Kejati Lampung Dr. Fajar Gurindro, S.T., S.H., M.H. dalam paparannya menyampaikan data sebaran pengikut dan aktivitas JAI yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Provinsi Lampung, dengan estimasi jumlah lebih dari 500 orang tersebar di Kota Bandarlampung 90 orang, Tanggamus +- 100 orang, Lampung Timur 43 orang, Lampung Selatan 49 orang, Pringsewu +- 100 orang (40 KK), Tulang Bawang 60 orang (14 KK), Pesawaran 30-35 KK, dan Lampung Tengah 76 orang.
Lebih lanjut Fajar Guritno menjelaskan “Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) melaksanakan kegiatan keagamaan tersendiri, memiliki masjid khusus, serta menyampaikan bahwa keberadaan mereka terbuka namun kerap menghadapi penolakan dari masyarakat”, ujarnya.
Turut hadir dalam rapat tersebut Ketua Umum MUI Provinsi Lampung Prof. KH. Moh. Mukri, didampingi oleh KH. Suryani M. Nur dan KH. Samsul Hilal (Dewan Pimpinan MUI Provinsi Lampung), Perwakilan dari Badan Intelijen Negara Daerah Lampung, Badan Kesbangpol Provinsi Lampung, Kanwil Kementerian Agama Provinsi Lampung diwakili oleh Hj. Alifah, dan FKUB Provinsi Lampung diwakili oleh Hj. Istutiningsih.
Selain Asintel Kejati Dr. Fajar Gurindro, ST., SH., MH., turut membersamai Andres Suprianus, SH., MH., (Kasi II Kejati Lampung), dan beberapa Jaksa Fungsional Kejati : Agustina, SH., Indriani Ferida, SH., MH., Milson Sabroni, SH., MH, Gilar Suryaningtyas, SH., MH.
Ketua Umum MUI Provinsi Lampung Prof. Dr. KH. Moh. Mukri, M Ag. menegaskan bahwa ajaran Ahmadiyah telah dinyatakan menyimpang, sesat dan menyesatkan sebagaimana dinyatakan dalam Fatwa MUI Nomor 11/MUNAS VII/MUI/15/2005. Prof. Moh. Mukri menegaskan bahwa masyarakat muslim di Lampung diimbau untuk tidak mengikuti ajaran Ahmadiyah dan segera kembali kepada ajaran Islam yang benar sesuai al-Qur’an dan al-Hadits, “Kami mengimbau umat Islam agar tidak terjerumus dalam penyimpangan aqidah, serta meminta pemerintah daerah untuk menjalankan kewajibannya dalam mencegah penyebaran faham Ahmadiyah,” ujarnya.
Lebih lanjut Prof. Mukri menjelaskan “Meski demikian, MUI juga mengingatkan agar masyarakat tetap menjunjung tinggi persatuan dan tidak bertindak anarkis terhadap kelompok yang berbeda. Penanganan terhadap aliran menyimpang harus ditangani secara bijak dan terukur melalui mekanisme hukum yang sah demi menjaga kerukunan umat beragama di Lampung.” pungkasnya.
Dalam kesempatan tersebut KH. Suryani M Nur turut menambahkan bahwa Faham Ahmadiyah melanggar beberapa kriteria dari 10 Kriteria Sesat yang ditetapkan MUI, seperti keyakinan mereka bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi setelah Nabi Muhammad SAW. “Hal ini jelas bertentangan dengan keyakinan umat Islam bahwa Muhammad SAW adalah penutup para nabi,” ujarnya.
Lebih lanjut Suryani menyebut “Ajaran Ahmadiyah kerap menafsirkan al-Qur’an secara menyimpang dan memiliki kitab suci tambahan di luar al-Qur’an. Hal ini memperkuat alasan MUI untuk tetap mengategorikan Ahmadiyah sebagai kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam, kami mengajak umat agar merujuk kepada para ulama dan lembaga resmi dalam memahami ajaran Islam, dan tidak mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang belum jelas landasan akidahnya”, ujarnya.
KH. Samsul Hilal juga turut memberikan pendapatnya tentang perlunya peningkatan koordinasi lintas sektor melalui penelitian untuk mapping eksistensi JAI di lapangan melalui pendekatan preventif demi menjaga stabilitas dan harmoni antarumat beragama di Provinsi Lampung.
Tim PAKEM juga mencatat sejumlah tantangan, termasuk kurangnya data by name terkait JAI di beberapa daerah, serta perlunya sinergi antara aparat penegak hukum, tokoh agama, dan pemerintah daerah dalam mengantisipasi potensi konflik sosial akibat penyebaran aliran tersebut. (Nabila Khoirunnisa/Rita Zaharah)