Opini: Haflah Akhirussanah: Tradisi Santri, Warisan Peradaban

Opini: Haflah Akhirussanah: Tradisi Santri, Warisan Peradaban

Share :

Haflah Akhirussanah: Tradisi Santri, Warisan Peradaban
Kiai. Khabibul Muttaqin, SHI
Pengasuh PP Nashihuddin Bandar Lampung

Setiap kali tahun pelajaran di pesantren berakhir, ada satu momen yang dinanti oleh seluruh keluarga besar pesantren: Haflah Akhirussanah. Sekilas, acara ini tampak seperti seremoni kelulusan, lengkap dengan pidato, penampilan seni, dan prosesi simbolik. Namun sejatinya, haflah jauh lebih dalam maknanya. Ia merupakan ritus syukur dan refleksi, tempat ilmu, nilai, budaya, dan harapan bertemu dalam satu ruang.

Secara etimologis, kata haflah berasal dari bahasa Arab yang berarti perayaan. Namun dalam tradisi pesantren, istilah ini mengalami perkembangan makna. Haflah bukan sekadar pesta, melainkan ritual spiritual dan intelektual yang menandai berakhirnya proses panjang menuntut ilmu. Khususnya bagi santri yang telah menamatkan kajian kitab-kitab kuning, haflah menjadi simbol kesungguhan dan ketekunan yang terbayar.

Namun haflah bukan akhir dari perjalanan. Justru, ia adalah awal dari fase pengabdian yang sesungguhnya. Di sinilah pentingnya pemaknaan. Haflah Akhirussanah bukan hanya ungkapan syukur atas pencapaian akademik, melainkan titik balik di mana ilmu yang telah digali harus mulai dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat. Santri dituntut untuk menjadikan ilmunya sebagai solusi atas tantangan zaman dan kebutuhan umat.

Dalam Islam, ilmu bukan sekadar hak, tetapi amanah. Maka syukur atas ilmu tidak cukup diucapkan, tapi harus diamalkan. Allah SWT berfirman dalam QS. Ibrahim ayat 7:

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…”

Sementara Rasulullah SAW bersabda:

“Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah.” (HR. Ad-Dailami)

Dua nas ini menegaskan bahwa ilmu yang tidak diamalkan akan kehilangan daya ubahnya. Haflah hadir untuk mengingatkan bahwa santri tidak hanya ditugasi menguasai dalil, tetapi juga menghadirkan hikmah dalam perilaku, keputusan, dan pengabdian sosial.

Salah satu kekuatan pesantren terletak pada kemampuannya menjaga tradisi. Haflah adalah contoh nyata bagaimana tradisi bisa menjadi sarana spiritual, sosial, bahkan kultural. Dalam satu panggung haflah, kita melihat para kiai, ustaz, santri, wali santri, dan masyarakat umum berkumpul. Mereka bersatu dalam dzikir, shalawat, tilawah, tausiyah, dan kesenian Islami.

KH. Hasyim Asy’ari pernah menegaskan pentingnya menjaga syiar Islam melalui bentuk-bentuk kegiatan yang tidak bertentangan dengan syariat. Menurut beliau, kegiatan seperti haflah yang diisi dengan dzikir, ilmu, dan akhlak adalah bagian dari dakwah dan syiar yang mesti dilestarikan. Haflah adalah ruang untuk memperkuat ukhuwah, meneguhkan akidah, serta menunjukkan wajah Islam yang indah dan ramah.

Haflah Akhirussanah juga mengukuhkan peran pesantren sebagai pusat peradaban. Sejak dahulu, pesantren bukan hanya melahirkan ahli agama, tetapi juga pemimpin, pejuang, intelektual, dan negarawan. Lembaga ini membentuk pribadi-pribadi tangguh yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berintegritas, berjiwa sosial, dan cinta tanah air.

Dalam konteks ini, haflah adalah pernyataan simbolik bahwa santri siap memasuki medan juang sosial. Ia adalah deklarasi bahwa para lulusan pesantren tidak akan diam di menara gading, melainkan akan turun ke tengah masyarakat untuk menghadirkan nilai-nilai Islam dalam wujud nyata. Ini sejalan dengan visi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Kita hidup dalam dunia yang berubah cepat. Era digital, disrupsi sosial, dan krisis moral menantang semua lini kehidupan. Namun justru karena itulah, peran lulusan pesantren semakin relevan. Mereka tidak hanya membawa hafalan, tetapi juga kearifan. Mereka tidak hanya paham hukum, tapi juga peka terhadap realitas. Dan haflah adalah momen untuk menguatkan kembali misi itu.

Santri adalah pemikul warisan intelektual Islam. Tapi ia juga harus menjadi pembaharu. Bukan pembaharu yang tercerabut dari akar, melainkan yang mampu membaca zaman dengan cahaya tradisi. Haflah adalah panggilan untuk menjadi jembatan antara teks dan konteks, antara wahyu dan realitas.

Ketika haflah digelar, sesungguhnya yang dirayakan bukan hanya kelulusan. Yang dirayakan adalah proses panjang pencarian kebenaran, kesabaran dalam menuntut ilmu, dan keberanian untuk mengabdi. Haflah adalah bentuk syukur kolektif atas hadirnya generasi baru pembawa cahaya.

Di tengah kecenderungan pendidikan yang semakin sekuler dan materialistik, pesantren tetap menjadi benteng nilai. Dan haflah adalah simbol hidupnya nilai itu. Maka mari kita rawat haflah sebagai bagian dari dakwah dan peradaban. Karena dari panggung haflah-lah, cahaya ilmu dinyalakan, dan masa depan umat digerakkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *