Opini: Pesantren dan Partisipasi Semesta demi Pendidikan Berkualitas: Refleksi Hardiknas 2025

Opini: Pesantren dan Partisipasi Semesta demi Pendidikan Berkualitas: Refleksi Hardiknas 2025

Share :

Pesantren dan Partisipasi Semesta demi Pendidikan Berkualitas: Refleksi Hardiknas 2025
Kiai. Khabibul Muttaqin, SHI
Pengasuh PP Nashihuddin Bandar Lampung

Hari Pendidikan Nasional selalu menjadi momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meninjau ulang arah dan kualitas sistem pendidikannya. Di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks, peringatan ini menjadi pengingat bahwa pendidikan tidak hanya tanggung jawab negara, melainkan juga tugas bersama seluruh elemen masyarakat. Tema partisipasi semesta menjadi sangat relevan untuk menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam membangun pendidikan yang inklusif dan bermutu.

Salah satu pilar penting dalam sejarah dan sistem pendidikan Indonesia adalah pondok pesantren. Lembaga pendidikan yang telah ada jauh sebelum kemerdekaan ini bukan hanya tempat transmisi ilmu keagamaan, tetapi juga nilai-nilai kebangsaan, kemandirian, dan karakter. Pesantren telah membuktikan peran strategisnya dalam mencetak generasi yang tangguh secara spiritual dan sosial.

Namun, tantangan pendidikan hari ini tidak bisa dihadapi oleh pesantren sendirian. Dunia yang terus berubah menuntut pendidikan yang adaptif, kolaboratif, dan menyeluruh. Karena itu, dibutuhkan keterlibatan aktif dari pemerintah, pendidik, peserta didik, keluarga, dan masyarakat luas untuk menopang pesantren dalam menjalankan misinya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kolaborasi semacam ini dapat diwujudkan melalui berbagai bentuk. Pemerintah, misalnya, perlu memperkuat kebijakan afirmatif yang mendukung modernisasi pesantren tanpa menghilangkan jati dirinya. Dukungan fasilitas, pelatihan guru, dan integrasi kurikulum nasional dapat menjadi jembatan penguat antara nilai-nilai tradisi dan kebutuhan zaman.

Sementara itu, masyarakat juga perlu menumbuhkan kesadaran bahwa pesantren bukan milik kalangan tertentu saja, melainkan aset bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan bersama. Masyarakat dapat terlibat melalui dukungan moral, materiil, bahkan inovasi-inovasi sosial yang memperkaya kegiatan pendidikan di pesantren.

Keluarga sebagai institusi pendidikan pertama dan utama juga memainkan peran penting. Ketika orang tua mendukung penuh pendidikan anaknya di pesantren, termasuk memahami visi pendidikan yang dibawa, maka proses pembelajaran akan berjalan lebih harmonis dan efektif. Sinergi antara keluarga dan pesantren menjadi fondasi utama pendidikan karakter yang kuat.

Pendidik di pesantren, terutama para kiai dan ustaz, adalah elemen kunci dalam mentransformasikan nilai-nilai luhur ke dalam praktik kehidupan. Namun, mereka juga perlu terus belajar dan berkembang mengikuti dinamika zaman. Pelatihan pedagogi, literasi digital, dan metode pembelajaran kreatif adalah bagian dari partisipasi semesta yang perlu diarahkan untuk mendukung para pendidik di lingkungan pesantren.

Para santri sebagai peserta didik juga harus diposisikan bukan sekadar sebagai objek pendidikan, tetapi sebagai subjek aktif yang memiliki potensi besar untuk berkontribusi. Pesantren harus membuka ruang partisipasi bagi santri untuk berkreasi, berdiskusi, dan berperan dalam mengembangkan ekosistem pembelajaran yang sehat dan bermakna.

Melalui pendekatan kolaboratif ini, pesantren akan semakin mampu menyelaraskan tradisi dengan inovasi. Pendidikan berbasis nilai akan berpadu dengan kecakapan abad ke-21 seperti literasi teknologi, kemampuan berpikir kritis, dan komunikasi global. Inilah yang menjadi kunci untuk menciptakan generasi santri yang unggul dan berdaya saing.

Penting juga untuk menegaskan bahwa pesantren memiliki potensi besar dalam mewujudkan pendidikan yang merata, terutama di wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh sistem pendidikan formal. Partisipasi semesta sangat penting agar pesantren di pelosok tidak tertinggal, baik dari segi akses, kualitas, maupun relevansi pendidikan.

Selain itu, pesantren juga dapat menjadi model pendidikan yang inklusif. Banyak pesantren yang menerima santri dari latar belakang ekonomi lemah, anak yatim, hingga kelompok marginal lainnya. Di sinilah semangat kesetaraan dan keadilan sosial dalam pendidikan tercermin secara nyata.

Keterlibatan berbagai pihak juga harus diarahkan untuk menjaga nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini dirawat dengan baik oleh pesantren. Dengan pendekatan yang partisipatif, nilai-nilai tersebut tidak akan tergilas oleh modernitas, tetapi justru menjadi fondasi kokoh dalam menghadapi globalisasi.

Dalam konteks kebijakan pendidikan nasional, sudah saatnya paradigma partisipasi semesta dijadikan pendekatan utama. Pendidikan tidak boleh dibangun secara top-down semata, melainkan dengan mendengar dan melibatkan suara dari akar rumput, termasuk komunitas pesantren.

Dengan semangat gotong royong, pesantren dan seluruh komponen bangsa dapat bersama-sama menciptakan sistem pendidikan yang adil, merata, dan bermutu. Pendidikan yang bukan hanya mencetak manusia cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan siap menghadapi tantangan zaman.

Akhirnya, Hari Pendidikan Nasional bukan sekadar seremoni, tetapi panggilan untuk memperkuat kolaborasi. Pesantren sebagai bagian tak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional harus terus didukung melalui partisipasi semesta. Hanya dengan jalan bersama, pendidikan Indonesia bisa menjadi fondasi kokoh bagi lahirnya generasi penerus bangsa yang unggul, tangguh, dan berdaya saing global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *