Fakultas Syariah UIN RIL Konsisten Gelar Diskusi Dosen Seri 4, Bahas Perlindungan Hak Anak dalam Dispensasi Kawin

Fakultas Syariah UIN RIL Konsisten Gelar Diskusi Dosen Seri 4, Bahas Perlindungan Hak Anak dalam Dispensasi Kawin

Share :

Bandar Lampung, MUI Lampung Digital

Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung kembali menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan budaya akademik yang kritis dan progresif. Senin (22/04/2025), fakultas ini menggelar diskusi ilmiah bulanan seri keempat yang berlangsung di Aula Dekanat Fakultas Syariah. Kegiatan ini merupakan bagian dari agenda rutin yang bertujuan membangun ruang dialog ilmiah antara sivitas akademika diantaranya dosen, peneliti dan mahasiswa.

Pada kesempatan ini, hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Hj. Erina Pane, S.H., M.Hum., Guru Besar Ilmu Hukum Perkawinan UIN Raden Intan Lampung. Diskusi yang moderatori oleh Hasanuddin Muhammad, M.H., itu mengangkat tema “Perlindungan Hak Anak: Putusan Progresif Hakim dalam Dispensasi Perkawinan Anak”, sebuah topik yang sangat relevan dengan dinamika sosial dan hukum yang terjadi saat ini.

Dekan Fakultas Syariah, Dr. Efa Rodiah Nur, M.H., dalam sambutannya memberikan apresiasi tinggi atas konsistensi pelaksanaan diskusi ilmiah ini. Ia menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan medium penting untuk memperkaya wawasan keilmuan dosen dan mahasiswa. “Kami berharap seluruh civitas akademika, mulai dari dosen hingga mahasiswa, dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini,” ujar Dr. Efa.

Lebih lanjut, Dr. Efa Rodiah berharap bahwa diskusi semacam ini dapat menjadi pemicu munculnya ide-ide segar dalam merespons isu-isu hukum kontemporer, khususnya yang menyentuh aspek perlindungan anak. Ia juga mengajak seluruh peserta untuk menjadikan forum ini sebagai ruang pembelajaran yang interaktif dan solutif.

Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Hj. Erina Pane, S.H., M.Hum., menjelaskan alasan pemilihan tema ini dengan merujuk pada data nasional yang menunjukkan fluktuasi angka dispensasi perkawinan anak. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2024, dispensasi kawin meningkat signifikan pada 2019–2021 dan mulai menurun pada 2022–2023. Tahun 2021 mencatat lebih dari 65.000 pengajuan dispensasi, dan tahun 2022 sebanyak 55.000 pengajuan.

Prof. Erina mengungkapkan bahwa alasan utama pengajuan dispensasi perkawinan didominasi oleh kehamilan di luar nikah serta dorongan orang tua yang ingin anaknya menikah karena sudah memiliki pasangan. Ia menyoroti bahwa kondisi ini memperlihatkan ketidaksiapan hukum dan masyarakat dalam menangani persoalan kompleks ini secara menyeluruh.

Lebih jauh, Prof. Erina menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang melatarbelakangi dispensasi kawin, antara lain tekanan ekonomi, budaya lokal yang masih melegitimasi perkawinan anak, serta tafsir agama yang beragam. Ia menekankan bahwa keragaman penafsiran hakim terhadap dispensasi menyebabkan putusan yang inkonsisten, yang bisa berdampak pada perlindungan hak anak.

Dalam konteks hukum, Prof. Erina menyoroti keberadaan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang membuka celah untuk pengajuan dispensasi kawin atas dasar “alasan mendesak”. Meski usia minimum perkawinan telah dinaikkan menjadi 19 tahun, ketentuan tersebut dinilai masih memberikan ruang yang terlalu luas dan rentan disalahgunakan, jika tidak disertai pendekatan hukum yang progresif.

“Putusan progresif sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dispensasi perkawinan benar-benar diberikan demi kepentingan terbaik anak, bukan semata-mata untuk menghindari aib atau tekanan sosial,” tegas Prof. Erina. Ia menambahkan bahwa hakim harus melibatkan ahli, seperti psikolog atau pekerja sosial, dalam proses persidangan guna menilai kesiapan mental anak.

Untuk mendorong pembaruan hukum, Prof. Erina merekomendasikan beberapa langkah, seperti revisi terhadap pasal yang multitafsir, kewajiban asesmen psikologis dan sosial, pelatihan intensif bagi hakim tentang hak anak, serta penyediaan opsi perlindungan lain bagi anak yang mengalami kehamilan di luar nikah. Semua itu diharapkan menjadi standar nasional dalam memutus dispensasi perkawinan.

Sesi diskusi berlangsung dinamis. Miswanto, M.H.I., salah satu dosen Fakultas Syariah, mengajak peserta menganalisis lebih dalam akar masalah dispensasi kawin di wilayah Lampung. Ia menyoroti pentingnya data lokal untuk memahami konteks sosiologis dari fenomena ini. Prof. Erina merespons dengan menegaskan bahwa meskipun alasan dispensasi hampir serupa di tiap daerah, pendekatan solusinya harus berbasis lokal dan partisipatif.

Diskusi ilmiah ini ditutup dengan antusiasme tinggi dari peserta. Beberapa mahasiswa menyampaikan refleksi bahwa materi ini membuka wawasan baru tentang pentingnya peran hukum dalam melindungi kelompok rentan. Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung kembali membuktikan bahwa ruang akademik dapat menjadi katalisator perubahan sosial melalui diskusi ilmiah yang bernas dan berdampak. (Fauzan, Rudi, Muin, Arif, Jayus, Hendri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *