Opini: Psikologi Kultum Ramadan

Opini: Psikologi Kultum Ramadan

Share :

Psikologi Kultum Ramadan
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dosen UIN Raden Intan Lampung

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan seseorang, bukan mengkaji tentang jiwa seseorang melainkan mengkaji dan mengamati tentang perilaku jiwa seseorang. Dalam ilmu psikologi mengajarkan bagaimana seseorang dapat merasakan kebahagiaan, yang terkadang psikologi tidak mengenal Tuhan, tidak mengenal hari kiamat dan tidak mengenal baik dan buruknya suatu hal, melainkan ia hanya mengenal bagaimana kebahagiaan itu di dapatkan dan dirasakan. Sedangkan kultum yang berarti kuliah tujuh menit adalah sebuah dakwah dalam waktu singkat, karena waktu yang digunakan untuk kultum juga sempit, seperti setelah shalat isya dan menjelang shalat tarawih khususnya. Kultum yang berarti kuliah tujuh menit, istilah ini lazim digunakan oleh masyarakat kita dan tentunya dalam dorasi yang singkat ini, seorang dai harus mampu menyampaikan pesan agama, khususnya seputar Ramadhan dan hal yang berkaitan dengan amaliyah ramdhan.

Dakwah secara bahasa yang berarti menyeru kepada jamaah yang dalam hal ini sebagai mad’u (audiens). Dalam psikologi dakwah, seorang da’i haruslah mampu psikis audiens, sehingga pesan yang disampaikan sesuai target dari dakwah yang diinginkan. Dalam ilmu psikologi, seseorang tidak akan mudah berubah hanya dengan kata-kata yang disampaikan seorang da’i, melainkan bagaimana cara seorang da’i menyampaikan (metode dakwah) menjadi hal yang penting dalam berdakwah.

Maka, dalam berdakwah, khususnya dalam menyampaikan kultum Ramadhan, seorang da’i harus mampu menyampaikan materi dakwahnya dengan baik sehingga menyentuh sanubari para audiens, untuk itu maka seorang da’i haruslah mempersiapkan dengan matang atas materi yang akan disampaikan, metode penyampaian hingga mampu memanfaatkan durasi waktu yang disediakan. Karena durasi waktu dakwah tersebut hanya tujuh menit, maka tidak seyogyanya seorang da’i melebihi dari waktu yang disediakan, karena jika dilanggar oleh da’i, maka akan menggangu psikologi para mad’u, sehingga apa yang diinginkan oleh da’i tidak dapat maksimal diterima oleh para audiens.

Untuk itu, ilmu psikologi dakwah menjadi penting untuk dipahami oleh seorang da’i dalam menyampaikan pesan dakwah. Pesan surat al-Nahl ayat 125 tidak hanya pesan bagi seorang mad’u (audiens), melainkan juga pesan psikis bagi seseorang da’i. Karena sesungguhnya seorang yang tidak beres pada dirinya, dia tidak akan mampu merubah perilaku seseorang. Dalam psikologi dakwah tidak cukup hanya berpikir pada pesan Nabi Muhammad saw, “ballighu anni walau ayat” dengan berharap bahwa seorang da’i hanya bertugas menyampaikan sedangkan Allah Ta’ala yang akan memberikan petunjuk, melainkan ada upaya serius bagi da’i untuk berusaha menjadi orang yang baik, sehingga apa yang disampaikan bukan hanya pesan kata, melainkan juga pesan moral dan pesan mental yang harus ada bersamaan dengannya.

Pada psikologi kultum ramadhan yang ingin disampaikan disini adalah, mari kita bersihkan diri kita, hati kita, pikiran kita dan perilaku kita dari segala hal yang buruk, terutama bagi seseorang da’i, meskipun bukan orang yang sempurna, juga harus tetap berupaya untuk menjaga segala tindak tanduknya, sehingga pesan agama yang disampaikan haruslah nilai norma agama yang benar ia jalankan. sehingga tidak terjebak pada suatu surat al-Shaff ayat 3, Sangat besarlah kemurkaan di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.

Hal lain yang harus dibangun juga oleh seorang da’i dalam kultum ramadhan adalah sebuah upaya untuk memahamkan orang lain secara makruf.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *