Opini: Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu: Mengenang Perjuangan KH Ahmad Hanafiah di Lampung

Opini: Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu: Mengenang Perjuangan KH Ahmad Hanafiah di Lampung

Share :

Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu: Mengenang Perjuangan KH Ahmad Hanafiah di Lampung
Agus Mahfudin Setiawan
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung

Tanggal 10 November setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional di Indonesia, sebuah momentum penting untuk mengenang jasa para pahlawan yang dengan berani dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Menurut Saifullah Yusuf (Menteri Sosial RI), Hari Pahlawan bukan hanya untuk mereka yang berjuang di medan perang, tetapi juga bagi siapa saja yang tulus membela kebenaran dan keadilan. Semangat kepahlawanan ini diharapkan menjadi teladan di setiap lapisan masyarakat dan menjadi inspirasi bagi kita dalam mengabdi pada bangsa. Tema Hari Pahlawan 2024, “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu,” mengajak masyarakat untuk menghidupkan kembali semangat kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pahlawan yang dapat kita teladani adalah KH Ahmad Hanafiah, tokoh asal Lampung yang baru saja dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Perjuangan dan teladan yang diberikan KH Ahmad Hanafiah menjadi contoh nyata tentang bagaimana mencintai negeri dengan pengorbanan dan keberanian, yang terus relevan dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur.

Biografi Singkat KH Ahmad Hanafiah
KH Ahmad Hanafiah, atau dikenal juga sebagai KH Ahmad Alfiah, lahir pada tahun 1905 di Sukadana, sebuah kampung di Lampung yang dibangun oleh leluhur Abung. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang dikenal sebagai penyiar Islam dan merupakan keturunan dari Ki Masputra, seorang ulama utusan Sultan Banten. Sejak usia dini, kecerdasan dan ketekunan Hanafiah telah terlihat. Ia berhasil khatam Al-Qur’an pada usia lima tahun, menunjukkan kedalaman spiritualitas dan ketekunan belajar. Pendidikan formalnya diawali di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Sukadana, dan setelah itu, ia melanjutkan pendidikan agama di berbagai tempat, seperti di Jamiatul Chair di Batavia, Malaysia, dan akhirnya menimba ilmu di Makkah. Selama di Makkah, KH Ahmad Hanafiah aktif dalam Himpunan Pelajar Islam Lampung dan bahkan dipercaya untuk mengajar di Masjidil Haram, sebuah bukti pengakuan atas kapabilitas keilmuannya (Hamid, 2024).

Setelah kembali ke Indonesia, KH Ahmad Hanafiah berdakwah di Lampung dengan cara yang khas. Ia menulis dua kitab penting dalam keislaman, yakni Sirr al-Dahr dan al-Hujjah. Kitab-kitab ini menjadi kontribusi signifikan dalam literatur keagamaan Islam di nusantara. Dalam Sirr al-Dahr, Hanafiah menafsirkan surat Al-‘Ashr dengan pendekatan yang mendalam, mengajarkan bahwa waktu adalah anugerah yang bisa memuliakan atau menghancurkan manusia, tergantung pada amalnya. Sedangkan, dalam al-Hujjah, ia membahas berbagai persoalan fiqih yang relevan bagi masyarakat lokal, menunjukkan kepeduliannya pada kebutuhan umat dan penguasaan ilmu agama yang mendalam. Melalui kedua karya ini, KH Ahmad Hanafiah tidak hanya menyebarkan ajaran Islam, tetapi juga memperkaya bahasa Melayu yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa Indonesia. Pandangannya yang kontekstual dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat adalah warisan intelektual yang sangat berharga (Jamaluddin et al., 2020).

Menghidupkan Kembali Semangat Kepahlawanan KH Ahmad Hanafiah
Kepahlawanan KH Ahmad Hanafiah dapat diteladani sebagai semangat cinta tanah air yang terwujud dalam tindakan nyata. Pada tahun 1947, ketika bangsa Indonesia baru saja merdeka, Belanda berusaha merebut kembali wilayah nusantara, termasuk Lampung. Dalam pertempuran di Baturaja, KH Ahmad Hanafiah memimpin laskar rakyat dengan semangat jihad. Meskipun pasukan yang dipimpinnya hanya bersenjatakan golok Ciomas, Hanafiah tidak gentar menghadapi pasukan Belanda yang memiliki persenjataan lebih lengkap. Semangatnya yang berapi-api menunjukkan bahwa cinta tanah air bukan sekadar slogan atau kata-kata, tetapi pengorbanan yang nyata demi kedaulatan bangsa.

KH Ahmad Hanafiah juga dikenal atas keteguhan hatinya yang tak tergoyahkan. Ketika tertangkap, ia mengalami penyiksaan oleh tentara Belanda. Meskipun demikian, ia tetap teguh dalam keyakinannya dan tidak gentar menghadapi maut. Hanafiah akhirnya gugur dalam pertempuran tanpa meninggalkan makam, namun perjuangannya tetap abadi dalam ingatan masyarakat Lampung. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, ia diakui sebagai Pahlawan Daerah Lampung pada tahun 2015 dan pada tahun 2023 ia diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Kisah hidupnya menjadi simbol keberanian, cinta tanah air, dan ketulusan dalam berjuang.
Menginspirasi Cinta Negeri Melalui Teladan KH Ahmad Hanafiah

Belajar dari perjuangan KH Ahmad Hanafiah, kita diajak untuk memaknai rasa cinta kepada negeri melalui semangat, pengorbanan, dan keberanian dalam membela kemerdekaan serta menjaga kedaulatan bangsa. Hanafiah menunjukkan bahwa cinta tanah air memerlukan kesungguhan, keberanian, dan kesiapan berkorban. Di tengah situasi yang serba sulit, ia tetap mengutamakan kepentingan bangsa di atas segala-galanya. Pengorbanannya dalam pertempuran di Baturaja, di mana ia memilih untuk gugur daripada menyerah, mencerminkan rasa cintanya yang mendalam terhadap Indonesia. Tindakan heroik seperti ini menjadi teladan bagi kita semua bahwa mencintai negeri bukanlah tindakan pasif, tetapi sebuah komitmen untuk melakukan yang terbaik bagi bangsa.

Selain pengorbanan fisik, KH Ahmad Hanafiah juga mengajarkan nilai cinta negeri melalui karya tulis dan pemikiran keagamaannya. Melalui kitab Sirr al-Dahr, ia menekankan pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik dan menanamkan empat kunci keselamatan yaitu iman, amal shalih, kebenaran, dan kesabaran. Ia juga menulis al-Hujjah, yang mengupas persoalan fiqih lokal, mengajarkan masyarakat untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam yang kontekstual dan relevan. Upayanya untuk memadukan ajaran agama dengan kebutuhan lokal menunjukkan bahwa kecintaan pada negeri juga bisa diwujudkan melalui karya intelektual yang bermanfaat bagi umat. Dengan pemikirannya yang inklusif, Hanafiah mengajarkan bahwa membela tanah air juga bisa dilakukan melalui pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang berguna bagi masyarakat luas.

Perjuangan KH Ahmad Hanafiah adalah contoh nyata dari tema Hari Pahlawan 2024, “Teladani Pahlawanmu, Cintai Negerimu.” Melalui semangat, pengorbanan, dan keberanian dalam menghadapi penjajah, ia mengajarkan kepada kita bahwa cinta tanah air adalah tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata. Pengorbanannya yang besar bagi bangsa Indonesia, bahkan hingga mengorbankan nyawa, menunjukkan bahwa kecintaan pada negeri harus didasari oleh ketulusan dan keteguhan hati. Ia adalah sosok yang tidak hanya berjuang di medan perang, tetapi juga dalam dunia intelektual dan dakwah, dengan karyanya yang berpengaruh bagi masyarakat dan perkembangan agama Islam di Lampung. Perjuangan KH Ahmad Hanafiah diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi generasi masa kini untuk terus menjaga dan membangun Indonesia melalui upaya nyata, baik dalam pendidikan, teknologi, maupun peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Hari Pahlawan tidak hanya menjadi momen mengenang para pejuang, tetapi juga sebagai pengingat untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan dalam menghadapi tantangan masa kini. Dengan meneladani KH Ahmad Hanafiah, kita belajar bahwa mencintai tanah air memerlukan pengorbanan, kesetiaan, dan keteguhan. Semangat juang yang ditunjukkan oleh Hanafiah adalah cerminan cinta tanah air yang sejati, yang dapat kita wujudkan dalam bentuk partisipasi aktif, kontribusi positif, dan semangat membangun bangsa yang lebih baik. Marilah kita menjadikan semangat Hari Pahlawan sebagai inspirasi untuk terus berjuang demi Indonesia yang lebih maju, adil, dan sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *