Dakwah Ekologi Berbasis Gender
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dosen UIN Raden Intan Lampung
Lingkungan yang sehat akan senantiasa membawa pada ketenangan, kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan. Menciptakan lingkungan yang baik adalah satu tugas yang mulia, karena akan berdampak kepada kemaslahatan bagi orang banyak. Sebaliknya, menciptakan lingkungan yang buruk akan senantiasa membawa pada keburukan, karena akan membuat orang lain tidak nyaman tinggal di lingkungan tersebut. Lingkungan adalah ruang dan kondisi, dimana setiap lingkungan yang menjadi ruang kita tinggal akan ditemukan kondisi yang berbeda-beda dengan lingkungan lainnya. Bumi adalah tempat kita tinggal, sehingga menjaga bumi adalah hal mulia yang harus dilakukan oleh manusia sebagai khalifah, yaitu mencakup al-imarah (memakmurkan bumi), al-ri’ayah (memelihara bumi) dan al-hifdzu (menjaga bumi).
Manusia adalah makhluk sempurna, sehingga ia layak mendapatkan amanat tersebut. Namun sebaliknya, justru kerusakan alam dilakukan oleh manusia karena keinginan syahwatnya yang tidak dikendalikan, seperti mengeksploitasi bumi secara berlebihan dan melakukan tindakan-tindakan rusak lainnya seperti hal ringan yaitu membuang sampah sembarangan, yang akan menjadikan lingkungan kotor dan tidak kondusif. Maka, memakmurkan, memelihara dan menjaga lingkungan tidak hanya tugas perorangan, melainkan juga tugas masyarakat banyak. Sehingga, manusia harus melakukan upaya (saling mengingatkan dalam kebenaran dan saling mengingatkan dalam kesabaran). Ajakan tersebut lah yang dinamakam dakwah ekologi. Lalu pertanyaannya adalah, siapa orang yang mendapatkan level khalifah, laki-laki atau perempuan?
Khalifah yang diakhiri dengan huruf ta’ marbuthah bukanlah menunjukkan pada penggunaan perempuan, seperti halnya kaidah lazimnya, melainkan berlaku untuk semuanya. Mengingat bahwa orang yang pertama kali diciptakan di surga adalah Adan dan Hawa yang menjadikan nenek moyang bagi manusia, hal itu sebagaimana termaktub dalam Syarat al-Hujarat ayat 13.
Ajakan untuk peduli terhadap lingkungan bukan hanya berlaku kepada laki-laki, melainkan juga berlaku juga untuk perempuan. Laki-laki dan perempuan memiliki potensi yang sama dalam merawat lingkungan, karena yang mencemari lingkungan tidak hanya laki-laki, melainkan juga perempuan, sehingga kepedulian lingkungan dapat dilakukan oleh keduanya.
Merawat lingkungan adalah wajib, sehingga kewajiban tersebut tidak hanya berlaku bagi laki-laki saja, tapi juga perempuan. Begitu juga istilah gender yang dilekatkan pada kelamin laki-laki dan perempuan yang merupakan potensi yang harus dipelihara, karena gender bukanlah seks (jenis kelamin yang melekat pada laki-laki maupun perempuan). Hal ini tentunya akan mengarah pada sebuah perilaku atau perbuatan, karena laki-laki dan perempuan dalam konteks ini, sama-sama memiliki potensi yang sama dan kesempatan sama untuk berbuat kebaikan, dan perlu diingat bahwa setiap laki-laki dan perempuan ketika berbuat kebaikan akan dinilai pahala yang sama dan tidak adanya pembedaan antara keduanya, hal ini seirama dengan keterangan surat al-Mukmin ayat 40.
Dakwah yang merupakan salah satu bentuk ajakan yang dalam konteks lingkungan, bahwa orang yang mengajak dan yang diajak untuk peka terhadap lingkungan bukan hanya laki-laki melainkan keduanya sama-sama saling bermitra, dan saling menopang antara laki-laki dan perempuan dalam hal merawat lingkungan, karena kenyamanan lingkungan tidak hanya dinikmati perempuan, melainkan juga kaum laki-laki.