Opini: Merajut Kesalehan Sosial di Tengah Pandemi

Share :

Merajut Kesalehan Sosial di Tengah Pandemi

 Miswanto, M.H.I.

Dosen UIN RIL/Santri PP. Al Hikmah BL

Puasa Ramadhan adalah amalan istimewa yang Allah berikan untuk umat Islam, dijadikan istimewa karena puasa ramadhan “hanyalah untuk-Ku (Allah) dan Akulah (Allah) yang akan memberikan ganjaran padanya secara langsung (HR Bukhari : 7/226”. Hikmah dan kebajikannya pun bersifat multidimensional, bukan saja fokus pada kondisi moral dan spiritual, tetapi juga memiliki efek pada kesalehan pribadi (individu) dan juga kesalehan sosial, karena sejatinya tujuan akhir dari ritual puasa yaitu “agar kita menjadi orang yang bertakwa/la’allakum tattaquun (QS. Al-Baqarah: 183)”. Tentu ini semua bisa diraih oleh umat islam yang menjalankan puasa bukan sekedar untuk menahan (imsak) dari hal-hal yang bersifat biologis tapi juga menahan (imsak) dari hal-hal yang bersifat psikologis.

Dimensi sosial pada ibadah puasa dapat dilihat dari beberapa aspek yang ada di dalam ritual tersebut:

Pertama : orang yang berpuasa mengharuskan dirinya untuk menahan (imsak) terhadap kebutuhan biologis, yaitu makan dan minum. Proses ini sejatinya merupakan media untuk melatih seseorang agar mampu mengendalikan diri dari dorongan syahwat yang berpusat pada perut dan juga sebagai wahana untuk melatih kepekaan sosial seseorang dengan ikut merasakan beratnya kondisi dikala harus menahan haus dan lapar yang disebabkan karena kondisi kemiskinan terlebih di kala Pandemi Covid 19 yang sedang melanda Dunia.

Pandemi Covid 19 telah meluluhlantakkan tatanan kehidupan sosial terlebih pada aspek ekonomi, terjadinya PHK secara masal, usaha-usaha individu gulung tikar karena adanya pembatasa sosial, di sisi lain kebutuhan hidup tetap harus terpenuhi. Tentu keadaan ini tidak akan mampu untuk dihadapi secara individu atau kelompok, tetapi membutuhkan semua elemen bangsa bergandeng tangan menyusun strategi dan kekuatan agar mampu mengatasi pandemi secara komprehensif, yang kuat membantu yang lemah dan yang kaya membantu yang miskin. Dan momentum Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk belajar serta membiasakan saling memberi dan membantu sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Kedua : Pada bulan Ramadhan juga disyariatkan Zakat Fitrah, yaitu zakat yang dikeluarkan beberapa hari sebelum bulan puasa berakhir. Kewajiban membayar zakat fitrah berlaku bagi semua Muslim yang mampu dari segi harta, baik bagi laki-laki dan perempuan yang sudah baligh maupun belum baligh. Ada delapan golongan yang berhak untuk mendapatkan zakat fitrah di bulan suci Ramadan. Hal ini dijelaskan di dalam QS. At-Taubah: 60.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’alaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah:60)

Selain sebagai penyempurna ibadah Puasa, zakat Fitrah juga semakin memperteguh adanya Kesalehan Sosial yang harus diraih pada seseorang yang menjalankan puasa pada bulan Ramadhan yaitu ikut bahu membahu membantu masyarakat yang kurang mampu dalam sektor ekonomi. “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah, untuk membersihkan orang yang berpuasa dari lontaran kata yang tidak bermanfaat dan kotor, serta untuk memberi makanan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abu Daud)”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *