Bandar Lampung: Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Ustadz Ahmad Sukandi mengungkapkan bahwa postingan ataupun setiap kata yang dituliskan seseorang di media sosial merupakan cerminan dari apa yang dipikirkan.
“Media sosial berawal dari pikiran, lalu jari-jari adalah penentu paling akhir. Sangat bijaksana jika berkali-kali berpikir sebelum menulis di media sosial,” kata Dosen Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung ini, Selasa (9/3).
Ia mengingatkan bahwa saat ini manusia hidup dalam revolusi teknologi. Bahkan saat ini tren memberikan kasih sayang dan perhatian sudah bergeser tidak lewat ekspresi, melainkan lewat ujung jari. Simbol Like dengan jempol, double tab, dan juga subscribe menjadi bagian dari interaksi di media sosial.
“Ketika kita merasa benar, belum tentu orang lain salah dan sebaliknya, ketika kita merasa salah, belum tentu orang lain benar. Budaya suatu bangsa, bisa terlihat dari kalimat dan konten yang diunggah oleh seseorang. Saring, saring dan saring sebelum sharing,” Kiai muda ini mengingatkan.
Oleh karenanya, ia mengingatkan seluruh masyarakat khususnya yang aktif di media sosial untuk bijak dalam bermuamalah di dunia maya. Memposting apapun di media sosial sejatinya merupakan hak asasi semua orang. Namun ada baiknya untuk tidak memposting sembarangan karena kita tidak tahu apakah postingan yang sembarangan itu akan membuat orang lain tersakiti atau menyinggung perasaan orang lain.
“Posting yang penting, bukan yang penting posting,” ia mengingatkan sesuai Fatwa MUI Nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.
Media sosial menurutnya menjadi pilihan favorit kebanyakan orang untuk mencurahkan keinginannya. Namun ia mengajak untuk ciptakan media sosial yang aman, nyaman dan damai sekaligus ramah dan menyejukkan. (Muhammad Faizin)