Opini: Etika, Moral dan Susila Sebuah Prosfektif

Share :

Etika, Moral dan Susila Sebuah Prosfektif

Nirwan Hamid, M.Pd.I

Pengurus MUI Kota Bandar Lampung

Peradaban manusia tidak terlepas dari peran adat istiadat, etika, moral seseorang yang bisa mengubah cara berfikir dan cara pandang hidup sebuh bangsa yang besar. bahkan suatu bangsa akan menjadi baik dan maju dalam sebuah peradaban ketika masyarakatnya memiliki moral dan integritas yang tinggi pada diri masyarakatnya. Secara etimologi etika berasal dari kata ethos yang mempunyai arti watak, kesusilaan atau adat. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etika diartikan dengan ilmu pengetahuan tentang asas-asas ahlak/moral. Jadi dari pengertian diatas dapat dilihat bahwa etik sangat berhubungan erat dengan upaya menentukan tingkahlaku manusia secara berkesinambungan.

Etika sangat berhubungan erat dengan empat hal yaitu: pertama dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber dari akal fikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tikak pula universal. Dengan ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk dan ini sangat berkaitan erat dengan agama Islam dimana sebuah hadits Nabi Muhammad Saw berbunyi:

الدِّيْنُ هُوَالْعَقْلُ لاَدِيْنَ لِمَنْ لاَعَقْلَ لَهُ

Artinya: “Agama itu adalah penggunaan akal pikiran, tiada agama bagi orang yang tidak berakal.” Agama Islam sangat rasional dalam hal ini, akal sehat menjadi kata kunci dalam beragama. Agama Islam sendiri mempunyai arti salah satunya adalah:

الدِّيْنُ الْحَقِّ المُلاَئِمُ لِلْعُقُوْلِ مُطَابِقٌ لِكُلِّ مَكَانٍ وَزَمَانٍ

Artinya: “ Agama yang benar cocok untuk akal sehat sesuai pada setiap tempat dan waktu”.

Beberapa kaidah yang dikemukakan oleh para filosof barat berkenaan dengan perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian, etika sifatnya humanistis dan anthropocentris, yakni berdasar pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia, dengan kata lain, etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan“Moral” berasal dari kata “mos” yang berarti kebiasaan. Kata “mores” yang berarti kesusilaan, dari “mos”, “mores”. Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan lain-lain yang meliputi akhlak budi pekerti; dan susila. Moralitas adalah keseluruhan norma-norma, nilai-nilai dan sikap seseorang atau suatu kelompok masyarakat yang terungkap dalam sikap perbuatan lahiriah merupakan ungkapan sepenuh hati karena Ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya. Antara etika dan moral mempunyai hubungan yang sangat erat, karena antara etika dan moral memiliki obyek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia untuk menentukan baik atau buruk dari suatu perbuatan. Namun demikian dalam hal tertentu etika dan moral memiliki perbedaan, dengan demikian tolak ukur yang digunakan moral adalah untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral pada dasarnya memiliki kesamaan makna, namun dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan etika di pakai untuk system nilai yang ada.

Kata Susila berasal dari bahasa Sansekerta Su dan Sila. Su berarti baik dan Sila berarti dasar, prinsip, aturan hidup atau norma. Selanjutnya kata susila juga dapat berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik. Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat. Jika dilihat dari fungsi dan peranannya dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan ahlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dan tenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriyah.

Perbedaan antara etika, moral, ahlak adalagh terletak pada sumbernya yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada ahlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah al-quran dan hadits. Dengan demikian, keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan ahlak yang terdapat dalam al-Quran. Disinilah letak peranan dari etika, moral dan susila terhadap ahlak. Pada sisi lain ahlak juga berperan untuk memberikan batas-batas umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat. Namun demikian, bisa saja terjadi bahwa antara ahlak dengan etika, moral dan susila menunjukkan keadaan yang tidak sejalan. Hal ini bisa terjadi pada masyarakat yang berfikirnya bersifat liberal, ateis dan sekuler sebagaimana terjadi di Barat.

Apa yang dihasilkan akal pikiran terhadap agama itu dapat berupa konsep, terori, rumusan dan pemikiran filsafat. Semua ini diterima sepanjang tidak bertentangan dengan al-Quran dan hadits. Apa yang dihasilkan akal pikiran ini adalah yang digunakan dalam etika, karena etika sumbernya adalah pikiran. Dengan demikian, diterimanya hasil pemikiran dalam Islam, menunjukkan bahwa etika diterima dalam ahlak Islam, sebagai sarana untuk menjabarkan ajaran ahlak yang terdapat dalam wahyu. Dalam hukum Islam juga dikenal istilah ‘urf yaitu kebiasaan, atau adat istiadat yang berkembang dalam masyarakat. Salah satu sumber hukum ini bisa digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan al-Quran dan hadits. Apa yang disebut dengan adat istiadat ini sebenarnya adalah bahan yang digunakan sebagai titik tolak penentuan baik dan buruk dalam bidang moral sebagaimana telah dikemukakan diatas. Dengan demikia, kita dapat mengatakan bahwa ahlak Islam menerima atau mengakui adanya moral, atau moral itu merupakan bagian dari ahlak Islam, sepanjang moral itu sejalan dengan al-Quran dan hadits. Dengan adanya moral, ahlak Islam dapat dijabarkan dan diaplikasikan dalam kehidupan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahawa antara ahlak Islam yang bersumber pada wahyu dapat menerima atau mengakui peranan yang dimainkan oleh etika, moral dan susila. Yaitu sebagai sarana untuk menjabarkan ahlak Islam yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits, sepanjang etika, moral, dan susila sejalan dengan al-Quran dan Hadits tersebut.

Wallahu ‘a’lam Bissawab

Ihdisas shiratal Mustaqim

Wallahul Muwafiq Ila Aqwami Attoriq          

Nirwan Hamid, M.Pd.I

Pengurus MUI Kota Bandar Lampung

Pengurus Gerakan Nasional Anti Narkoba MUI Kota Bandar Lampung

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *