Bandar Lampung: Sesaat setelah terbentuknya Dewan Pimpinan Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat melalui Musyawarah Nasional (Munas) X di Jakarta, Ketua Umum MUI Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid menyampaikan harapan-harapannya. Di antara harapan itu adalah semakin menguatnya moderasi dalam beragama yang dalam MUI disebut dengan Islam Wasathiyah.
“Mesti menjadikan pengarusutamaan Islam wasatiyah,” harap Kiai Khairuddin yang juga merupakan salah satu anggota Tim Formatur Munas X MUI mewakili Zona II meliputi Sumsel, Bengkulu, Babel, Jambi dan Lampung ini.
Islam Washatiyah sendiri merupakan manhaj organisasi MUI yang merupakan hasil ketetapan para ulama pada Munas ke-9 tahun 2015. MUI telah menetapkan Islam Wasathiyah sebagai manhaj organisasi dalam berfikir, bersikap, bergerak, dan bertindak. Sehingga pengurus MUI harus patuh dan tunduk pada karakter dan jati diri kelembagaan MUI tersebut.
Kiai Khairuddin juga berharap MUI periode 2020-2025 di bawah komando KH Miftachul Akhyar mampu terus melakukan pembenahan dan perbaikan secara berkelanjutan untuk lebih baik.
“Saatnya MUI pusat memperluas garapan segmen program ke internasional, dan pada program-program aksi konkret yang terlihat dan terukur. Bukan hanya pesan-pesan lisan, wacana, pemikiran, tapi juga usaha-usaha layanan bil hal (nyata) seperti terus mendukung pengembangan ekonomi syariah,” harapnya, Jumat (27/11).
Sementara terkait KH Miftachul Akhyar, Kiai Khairuddin menilai bahwa Ketua Umum MUI baru ini adalah sosok ulama yang alim. Diksi-diksi yang digunakan Kiai Miftach saat berpidato menunjukkan pilihan kata yang sejuk, penuh kedamaian, dan inspiratif.
“Setiap kata yang disampaikannya merupakan kaidah penuntun yang bersumber dari ajaran agama, baik dari Al Qur’an, Al-hadits maupun qaul-qaul ulama,” katanya.
Dengan kehadiran Kiai Miftach, paradigma wasatiyatul Islam sangat terasa dan mengena dalam konteks kekinian. “Ini merupakan cerminan ide-idenya yang mengkolaborasikan fikrah milenial dan kolonial,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)