Bandar Lampung: “Pengaturan atas fasilitasi penyelenggaraan pesantren oleh Pemda Lampung diarahkan untuk menyesuaikan dengan kewenangan yang terdapat dalam UU Pesantren” terang Wagub Lampung, Chusnunia saat memberikan sambutan pada kegiatan focus group discussion yang membahas Raperda Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren di Gedung Pusiban, Bandarlampung, Senin (26/10) pagi.
Wagub wanita pertama di Lampung ini juga menyampaikan bahwa pengajuan raperda, selain ingin memberikan kontribusi Pemprov terhadap pengembangan potensi dan kompetensi pondok pesantren sebagai salah satu agen dalam pembangunan juga dalam rangka memberikan landasan hukum dalam memberikan fasilitasi pengembangan pesantren sesuai dengan kewenangan pemerintah provinsi, apalagi eksistensi pondok pesantren sudah ada sejak sebelum Indonesia merdeka.
“Keberadaan pesantren yang sudah ada dan berjalan sejak sebelum Indonesia merdeka dan terus berjalan hingga saat ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Negara harus hadir di dalam pesantren. Oleh karena itu raperda ini diperlukan sebagai payung hukum bagi pemprov untuk memberikan fasilitasi kepada pesantren” ujarnya.
Menurut Mbak Nunik, sapaan akrab wagub, adanya raperda yang sudah lama direncanakan namun baru kali ini dapat dibahas secara terbuka sudah sesuai dengan janji kerja “Rakyat Lampung Berjaya” nomor 15 yaitu Lampung merawat Indonesia, memperkuat kerukunan hidup antar umat beragama dan menjadikan rumah ibadah dan pondok pesantren sebagai pusat informasi dan pendidikan publik untuk menangkal radikalisme serta mengembangkan sikap kebangsaan.
Sementara itu DR. Rudi Lukman, akademisi FH Unila menyampaikan bahwa perda pesarntren ini sangat penting karena akan menjadi payung hukum bagi pemda dalam memfasilitasi penyelenggaraan pesantren walaupun dalam UU Pesantren tidak menyebutkan adanya kewajiban bagi pemda untuk memfasilitasinya.
“Dalam UU Pesantren, ada beberapa pasal yang menggunakan kata ‘dapat’. Misalnya, pemerintah daerah dapat memfasilitasi penyelenggaraan pondok pesantren. Apabila kata yang digunakan dapat maka maknanya bisa ‘tidak’ dan bisa ‘iya’. Maka raperda ini menjadi bukti perhatian pemda membantu pondok pesantren” ujar Rudi yang didapuk sebagai narasumber dalam forum diskusi tersebut.
Diskusi ini yang dimoderatori oleh Karo Hukum Pemprov Lampung, Zulfikar, ini diikuti oleh perwakilan instansi tingkat provinsi yaitu Bapem Perda, Kanwil Kemenag, Kanwil Hukum dan HAM, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Biro Kesra, MUI, NU, Muhammadiyah, LDII, BKPRMI dan FKPP.
Perwakilan LDII, Heri Sensustadi dalam kesempatan diskusi memberikan apresiasi munculnya raperda ini sebagai hadiah Hari Santri yang diperingati 22 Oktober lalu dan mengharapkan bahwa dalam raperda selalin memuat tentang fasilitasi fisik ada juga muatan fasilitasi non fisik seperti pendampingan hukum bagi pondok pesantren oleh pemda. (Johan)