Opini: Santri Merupakan Laboratorium Perdamaian

Share :

Santri Merupakan Laboratorium Perdamaian
Dr. H. A. Khumaidi Ja’far, S.Ag., M.H.
Wakil Dekan I Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan
Dan Pengurus MUI Provinsi lampung

 Hari ini merupakan hari santri nasional, di mana santri adalah seseorang yang menekuni pendidikan agama Islam, atau dengan kata lain santri bisa diartikan sebagai pribadi-pribadi yang menggeluti ilmu-ilmu agama Islam. Dengan demikian berarti kita merupakan bagian dari keluarga santri, sebab kita juga bagian pribadi-pribadi yang mendalami ilmu-ilmu agama Isslam.

Santri merupakan duta perdamaian yang senantiasa menebarkan kebaikan, santri merupakan garda persatuan yang senantiasa menjaga keutuhan,  santri merupakan kunci kesuksesan yang senantiasa menghargai perbedaan, dan santri juga merupakan penyokong bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Untuk itu tidaklah berlebihan apabila presiden Jokowi menetapkan hari santri sebagai hari nasional, hal ini  sebagaimana berdasarkan keputusan presiden No. 22 Tahun 2015 yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober bertepatan dengan tercetusnya resolusi jihad.

Mengapa Presiden Jokowi menetapkan hari santri sebagai hari nasional? Hal ini karena sebagai wujud penghargaan pemerintah terhadap perjuangan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Lantas apa yang bisa kita lakukan dalam menyambut dan mengisi hari santri nasional? Tentunya dengan senantiasa meneladani akan sifat-sifatnya, yakni sebagaimana yang terhimpun dalam kata SANTRI: Pertama, Saatirun ‘Ani Al-‘Uyuub. Yaitu penutup dari kesalahan/aib. Ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri kita harus mampu menutupi kesalahan/aib orang lain, bukan sebaliknya malah membuka-buka kesalahan/aib orang lain, apalagi mencari-cari kesalahan/aib orang lain. Ingat sabda Rasulullah SAW bahwa salah satu yang dapat merusak bahkan menghancurkan perbuatan seseorang adalah orang yang sibuk mencari aib/kesalahan orang lain. Untuk itu jangan pernah menyalahkan orang lain, membuka aib orang lain, apalagi mencari-cari kesalahan/aib orang lain, karena yang demikian itu bukan saja dapat merusak kebaikan seseorang, tetapi juga dapat merusak ukhullah islamiyah di antara kita. Kedua, Naaibun ‘Anil Ulama. Yaitu pengganti para ulama, ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri kita harus senantiasa mencontoh para ulama, mengikuti jejak mereka, serta menjaga dan meneruskan perjuangan mereka, yakni dengan senantiasa menggelorakan amar nahi munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Ingat bahwa Al-Ulama Warasatul Anbiya’ , Ulama itu merupakan warisan para nabi. Dalam Firman Allah juga dijelaskan bahwa dan hendaklah ada segolongan di anatara kalian umat yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepda yang munkar. Ini artinya bahwa kita mempunyai kewajiban untuk senantiasa mengajak kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar. Ketiga, Taaibun ‘Anil Dzunuub, yaitu bertaubat dari dosa/kesalahan. Ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri, kita harus pandai bertaubat manakala melakukan suatu kesalahan/dosa. Jangan pernah kita menganggap bahwa diri kita yang paling benar, paling sempurna dan  tidak pernah merasa berbuat salah/dosa, tetapi kita harus sadar bahwa manusia itu tidak akan pernah luput dari kesalahan dan dosa, hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Al-Insaanu Mahaal al-Khotho’ Wa al-Nisyaan”, yang artinya manusia itu tempat salah dan lupa. Maka ketika kita melakukan suatu kesalahan/dosa, segera mungkin kita bertaubat/memohon ampun. Ingat Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron Ayat 135 yang intinya apabila kalian melakukan suatu keburukan/dosa, maka ingatlah Allah dan beristighfarlah/memohon ampunlah kepada Allah, demikian juga apabila melakukan kesalahan/dosa terhadap sesama manusia, maka segeralah meminta maaf. Keempat,    Raahibun ‘Anil al-Naas. Yaitu berbuat baik terhadap sesama manusia, ini artinya bahwa sebagai bagian dari keluarga santri, kita harus senantiasa berbuat baik terhadap sesama manusia, bahkan kita harus berusaha untuk selalu bermanfaat untuk orang lain. Ingat sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Khoirunnaas Anfa’ahum Linnaas“ Sebaik-baik di antara kalian (manusia) adalah yang bermanfaat untuk orang (manusia) lain. Dengan demikian jelas bahwa kita harus selalu berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik untuk orang lain, jangan sebaliknya menjadi beban orang lain, apalagi menjadi musuh orang lain.

Mudah-mudahan kita betul-betul menjadi santri yang sejati yang akan senantiasa menjaga dan menutupi kesalahan orang lain, mencontoh dan meneruskan perjuangan para ulama, memaafkan kesalahan orang lain dan memberikan sesuatu yang terbaik untuk orang lain. Sehingga kedamaian dan kebahagiaan dapat terwujud. Wallahu alam Bishawab.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *