Zakat dan Kesucian Jiwa
Oleh: Ahmad Muttaqin
Dosen UIN Raden Intan Lampung
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,yang dengan zakat itu membersihkan mereka dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka (QS. At-Taubah; 103).
Zakat secara bahasa, mengandung beberapa arti, suci, bersih, berkembang, bertambah. Adapun secara istilah adalah Harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap yang beragama Islam dan diberikan kepada yang berhak menerimanya. Perintah kewajiban mengeluarkan Zakat ini banyak kita temui dalam alQur’an, salah satunya; “Dan dirikanlah Shalat, Tunaikanlah Zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’ (QS.Al-Baqarah; 43).
Pensyari’atan Zakat, Jika diamati dalam al-Qur’an, senantiasa bergandengan dengan perintah kewajiban Shalat. Perintah shalat yang merupakan hubungan vertical dengan Allah SWT bergandengan dengan Zakat yang yang bersifat horizontal, hubungan sesame manusia. Hal menunjukkan kelengkapan bahwa hubungan dengan Tuhan tidaklah sempurna tanpa dibarengi dengan baiknya hubungan sesama manusia. Zakat menunjukkan rasa kepedulian terhadap sesama, sikap untuk senantiasa berbagi dan membantu mereka yang dalam kekurangan. Hal ini merupakan hikmah sosial dari pensyariatan kewajiban zakat. Keduanya (shalat dan Zakat) merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, menunjukkan ketauhidan pada hakekatnya merupakan satu kesatuan, hubungan dengan Tuhan dan hubungan Sesama manusia.
Abu Bakar ra. pernah mendeklarasikan perang terhadap kaum yang menolak membayar Zakat,”Demi Allah, Aku akan memerangi kaum yang tel;ah memerangi kaum yang telah memisahkan kewajiban shalat dengan kewajiban Zakat ! Aku akan memerangi mereka jika menolak untuk menyerahkan padaku kekang unta yang biasa mereka berikan kepada Rasulullah!, demikian ujarnya. Suatu sikap yang menegaskan bahwa hubungan terhadap Tuhan tidak dapat dilepaskan dengan Hubungan kepada sesame manusia.
Disamping aspek sosial di atas, Zakat, sebagaimana tertera pada ayat at-Taubah 103, sesungguhnya juga suatu ibadah yang secara individu berfungsi membersihkan harta dan menyucikan jiwa. Membersihkan harta, walaupun manusia diperintahkan untuk mendapatkan harta secara halal,manusia tidak dapat menjamin bahwa harta yang diperolehnya sepenuhnya bersih, ada hal-hal yang tidak dapat terdeteksi oleh manusia bagaimana harta tersebut sampai pada dirinya, mungkin bisa berasal dari sumber harta tersebut, atau dalam perjalannannya terdapat hal-hal yang syubhat, dalam konteks inilah zakat membersihkan harta manusia. Dengan demikian pembersihan yang dimaksud bukanlah pembersihan harta yang diperoleh dari jalan haram, seperti mencuri ataupun korupsi, melainkan pembersihan harta yang diperoleh secara halal, namun ada hal-hal yang yang tidak dapat dideteksi oleh manusia yang mungkin ada kekotoran di dalamnya.
Yang kedua adalah Zakat dapat menyucikan Jiwa, Diketahui bahwa Allah SWT memerintahkan manusia untuk senantiasa menyucikan Jiwanya,dan menghindari dari tindakan-tindakan yang bisa mengotori jiwa. Jiwa yang suci melahirkan watak kebaikan sebaliknya yang mengotorinya menghasilkan manusia yang berwatak buruk, kondisi jiwa seseorang berimplikasi pada watak dan akhlak seseorang, Firman Allah SWT,” … Dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaanNya), maka Allah mengilhamkan kepada Jiwa itu (jalan) kefasikan dan Ketaqwaan. Sungguh beruntunglahorang yang menucikan Jiwa itu dan merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-10). Demikianlah bahwa mengotori jiwa merupakan suatu jalan kefasikan dan memnyucikannya merupakan jalan mencapai ketaqwaan.
Jiwa bisa dikotori oleh nafsu-nafsu buruk, salah satunya adalah kecendrungannya terhadap harta. Keinginan menguasai harta dan kecenderungannya pada harta semata-mata melahirkan sikap rakus dan kikir. Dengan Zakat, seorang muslim, diperintahkan untuk memerangi nafsu-nafsu buruk tersebut, dengan tindakan untuk berbagi kepada sesama manusia, melalui zakat, sesungguhnya juga, melepaskan sifat-sifat atau nafsu untuk menguasai harta secara berlebihan, memerangi sifat kikir dan rakus yang mungkin muncul dalam jiwanya. Dengan melaksanakan Zakat, sebagai suatu proses penyucian Jiwa, merupakan salah satu jalan mencapai ketaqwaan.
Wallahul Muwafieq ila aqwamith Thariq
Wassalamu’alaikum wr.wb.