Ketua Umum MUI Mesuji Beberkan 9 Poin Fatwa 14/2020

Share :

Mesuji: Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Mesuji mengajak seluruh umat muslim di Kabupaten setempat untuk berikhtiar dan bersama-sama berkontribusi, sesuai kompetensi masing-masing dalam menghadapi covid-19, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020.

Hal itu disampaikan ketua MUI Kabupaten Mesuji Hi  Ust Husni Fadil  minggu (3/5).

“Setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi hal yang dapat menyebabkan terpaparnya suatu penyakit, karena hal ini menjadi bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams),” kata Ustad Fadil.

Selain itu, Fadil  juga menjelaskan tentang fatwa penyelenggaraan ibadah saat terjadi Pandemi covid-19, sebagai panduan keagamaan bagi masyarakat khususunya masyrakat di Kabupaten Mesuji  untuk tetap melakukan ibadah, sekaligus berkontribusi di dalam mencegah penyebaran covid-19.

Dalam kondisi seperti saat ini, menurutnya  adalah sangat penting meningkatkan ketaqwaan masing-masing individu agar bisa diselamatkan dari musibah ini. “Adapun fatwa 14/2020 tentang penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi pandemi COVID-19 terbagi menjadi sembilan poin,” bebernya.

Poin pertama, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang diyakini dapat menyebabkannya terpapar penyakit, karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams).

Poin kedua, orang yang telah terpapar viruscorona, wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan kepada orang lain. Baginya shalat Jumat dapat diganti dengan shalat zuhur di tempat kediaman, karena shalat jumat merupakan ibadah wajib yang melibatkan banyak orang, sehingga berpeluang terjadinya penularan virus secara massal.Poin ketiga, yang sehat dan yang belum diketahui atau diyakini tidak terpapar COVID-19, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut, yakni dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi, berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka ia boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di rumah.

Selanjutnya dalam hal ia berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah, berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang, maka ia tetap wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun.

Keempat, dalam kondisi penyebaran COVID-19tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing. Demikian juga tidak boleh menyelenggarakan aktifitas ibadah yang melibatkan orang banyak dan diyakini dapat menjadi media penyebaran COVID-19, seperti jamaah shalat lima waktu.

Kelima, dalam kondisi penyebaran COVID-19terkendali, umat Islam wajib menyelenggarakan shalat Jumat.

Keenam, pemerintah menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam upaya penanggulangan COVID-19 terkait dengan masalah keagamaan dan umat Islam wajib mentaatinya.

Ketujuh, pengurusan jenazah (tajhiz janazah) terpapar COVID-19, terutama dalam memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar COVID-19.

Kedelapan, umat Islam agar semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, dzikir, membaca Qunut Nazilah di setiap shalatfardhu, memperbanyak shalawat, memperbanyak sedekah, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari musibah dan marabahaya khususnya dari wabah COVID-19.

” Dan yang Kesembilan, tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun hukumnya haram,”tutupnya. (Mis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *