Korona dan Peningkatan Kualitas Interaksi dengan Keluarga
Oleh: Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A.
Pengurus MUI Lampung
Dosen UIN Raden Intan Lampung
Musibah korona yang menimpa kita, mendorong kita untuk merubah dan menyesuaikan aktifitas keseharian kita. Banyak dari orang tua yang selama ini sibuk dengan aktifitas pekerjaannya di luar rumah, selama masa pandemi Korona, dengan diterapkannya kebijakan bekerja dari rumah, otomatis akan banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga di rumah. Disinilah pentingnya menciptakan kondisi rumah yang menenangkan dan menentramkan bagi seluruh penghuninya.
Musibah Korona yang menimpa kita, menjadikan proses belajar anak-anak, yang selama ini banyak dari orang tua menyerahkan proses belajar mereka sepenuhnya kepada para pendidik di lembaga pendidikan, dengan diterapkannya sistem belajar dari rumah, mengharuskan para orang tua untuk juga terlibat dalam proses belajar anak-anak mereka.
Bahkan, khususnya di beberapa daerah yang sudah ditetapkan sebagai zona merah dan memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) bagi warganya, musibah Korona mengharuskan mereka menjalankan ritual ibadahnya di rumah, bukan di tempat-tempat peribadatan. Kondisi seperti ini juga menuntut para orang tua untuk mengawasi bahkan terlibat langsung dan bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya dalam melaksananakan sejumlah ritual ibadah.
Fenomena diatas semestinya dijadikan momentum berharga bagi segenap anggota keluarga untuk meningkatkan kualitas interaksi diantara mereka, bukan sebaliknya.
Terlepas ada atau tidak adanya musibah Korona. Al Qur’an mengingatkan kita bahwasannya rumah yang menjadi tempat tinggal kita adalah bagian dari nikmat yang Allah swt berikan kepada kita. Kenikmatan ini akan sangat terasa ketika kita belum memilikinya, atau ketika kita membayangkan diri kita sebagai gelandangan. Dan bagian dari wujud syukur kita atas nikmat tersebut adalah dengan terus menerus berupaya menciptakan ketenangan dan ketentraman dalam rumah kita, dan ini sejatinya yang diinginkan oleh Al Qur’an, ketika Al Qur’an menggambarkan rumah sebagai “sakanan” yang secara bahasa berarti: tenang dan tentram, karena rumah itu dibangun dan ditempatinya sejatinya untuk dijadikan sebagai tempat dimana manusia memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa dan fisiknya (Q.S. An Nahl: 80).
Al Qur’an juga mengingatkan kita pentingnya proses belajar guna menghasilkan generasi yang unggul dan tidak lemah (Q.S. An Nisâʼ: 9), lebih dari cukup untuk menegaskan pentingnya proses belajar dalam Islam, pesan ayat pertama yang diturunkan oleh malaikat Jibril kepada rasulullah saw adalah pentingnya membaca dan menulis, dua media penting dalam sebuah proses belajar (Q.S. Al ‘Alaq: 1-5). Atas dasar itu, musibah Korona tidak boleh dijadikan alasan untuk melemahkan apalagi meniadakan proses belajar, karena disaat berjihad di medan peperangan merupakan sebuah kewajiban bagi seorang muslim, Islam pada saat yang sama juga menjadikan proses belajar sebagai kewajiban yang sama bagi muslim lainnya (Q.S. At Taubah: 122), apalagi disaat tidak adanya kondisi yang mewajibkan seorang muslim untuk berjihad di medang peperangan, proses belajar menjadi kewajiban atas seluruh muslim (H.R. Ibnu Majah, No Hadits. 229), dan adanya halangan untuk terselenggaranya proses belajar secara bersama-sama dalam satu ruangan, sebagaimana yang terjadi saat musibah korona ini berlangsung, tidaklah menjadi penghalang untuk terselenggaranya proses belajar di rumah, apalagi kecanggihan tehnik informatika saat ini memungkinkan kita untuk menyelenggarkaan proses belajar bersama secara daring, walaupun kita tidak berada di ruang yang sama.
Menjadikan rumah sebagai tempat ibadah, ketika ada halangan untuk melakukan ibadah di tempat peribadatan secara terbuka dan ramai, sejatinya sudah terjadi di zaman nabi Musa as. Guna keselamatan orang-orang yang beriman dari kalangan Bani Israil dari kezaliman Fir‘aun dan bala tentaranya, Allah swt memerintahkan nabi Musa as dan saudaranya nabi Harun as agar mengambil satu rumah secara sembunyi-sembunyi, untuk diperuntukkan sebagai tempat bagi mereka untuk beribadah kepada Allah swt (Q.S. Yūnus: 87).
Sebagaimana tidak ada larangan untuk menjadikan rumah sebagai tempat beribadah, bahkan dianjurkan dalam kondisi tertentu, posisi keluarga hendaknya lebih diperhatikan dalam hal ibadah, makanya Al Qur’an setelah mengingatkan kita untuk menjaga diri kita dari siksa api neraka, Al Qur’an setelahnya mengingatkan kita untuk menjaga juga keluarga kita (Q.S. At Tahrîm: 6). Sebagaimana di awal masa kenabiannya, rasulullah saw sebelum diperintahkan oleh Tuhannya untuk mendakwahi manusia secara keseluruhan, terlebih dahulu beliau diingatkan oleh Tuhannya untuk mendakwahi kerabat dekatnya (Q.S. Asy Syu‘arâʼ: 214).
Tidaklah berlebihan, untuk kebaikan keluarga, rasulullah saw mengingatkan para orang tua untuk memerintahkan anak-anak mereka untuk menjalankan ibadah shalat disaat mereka masih berumur tujuh tahun dan memukulnya “dengan pukulan yang tidak membekas” ketika mereka enggan untuk melaksanakannya dan mereka sudah berumur sepuluh tahun (H.R. Abu Dawud, No Hadits. 495). Dan musibah Korona yang terjadi dan mengharuskan kedua orang tua untuk selalu berada di tengah anak-anaknya, sejatinya akan lebih memberikan dampak yang lebih positif dan efektif, dibandingkan ketika keduanya berada di luar rumah, dalam rangka mengamalkan pesan ayat dan hadits diatas seputar pentingnya menghadirkan ibadah yang berkualitas di internal keluarga.
Mudah-mudahan musibah Korona yang terjadi dan mengharuskan kita untuk bekerja, belajar dan beribadah dari rumah, dapat kita jadikan sebagai momentum berharga bagi kita untuk meningkatkan kualitas interaksi kita dengan sesama anggota keluarga yang tinggal serumah dengan kita.