Pangkal Pinang: Sebagai umat pemeluk agama mayoritas di Indonesia, umat Islam memiliki tanggung jawab besar dan dituntut untuk dapat merumuskan berbagai strategi dari perspektif Islam. Strategi dan perjuangan umat Islam tidak berada diselenggarakan di luar kerangka pembangunan nasional namun terintegrasi didalamnya.
Strategi ini menurut Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia H Din Syamsuddin perlu dilakukan dengan strategi dasar (basic strategy) yakni berjuang menghadapi (struggle for/al jihad li al-muwajahah) bukan berjuang melawan (struggle for/al-jihad li al-mu’aradhah).
“Yang pertama (berjuang menghadapi) mengandalkan otak, sedangkan yang kedua (berjuang melawan) mengandalkan otot,” katanya pada Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII Tahun 2020 di Provinsi Bangka Belitung, Kamis (27/2).
Perjuangan umat Islam untuk Indonesia yang maju, adil, makmur, berdaulat dan bermartabat sesuai tema besar KUII ini perlu menempuh “Jalan Tengah” sesuai prinsip wasathiyat Islam. Pelaksanaan agenda strategis keumatan menuntut kekompakan dan kebersamaan segenap elemen umat Islam.
“Untuk itu perlu kearifan kearifan, kebijaksanaan, dan kenegarawanan para tokoh umat Islam. Tidak ada satu kelompok yang bisa menyelesaikan masalah sendiri. maka hendaknya tidak ada satu kelompok yang boleh jalan sendiri,” tegasnya.
Perjuangan umat Islam menurutnya sangatlah berat, jalan di hadapan terjal dan keras. Perjuangan tegasnya, tidak mengenal titik kembali (we are at the point of no return) yakni bukan waktunya lagi setiap diri membanggakan diri sendiri.
Hal ini senada dengan pemaparan yang telah disampaikan Wakil Presiden Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin saat membuka acara KUII yang dilaksanakan di Ballroom Hotel Novotel, Rabu (27/2) malam.
Dalam sambutannya Kiai Ma’ruf mengajak umat Islam untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan berkontribusi dalam berbagai bidang pembangunan. Ia mengingatkan agar dalam memegang peran, umat Islam tidak menggunakan pendekatan perebutan kekuasaan yang ia sebut sebagai struggle of power, namun harus dalam bentuk berpartisipasi.
“Tidak menggunakan pendekatan perebutan kekuasaan (struggle of power) tapi berkontribusi dalam kekuasaan untuk memeroleh kepercayaan yang seharusnya kita dapatkan sesuai dengan kebesarannya,” kata Wapres.
Jika kepercayaan sudah didapat oleh umat Islam maka dengan sendirinya umat Islam akan memiliki peran penting yang tidak perlu direbut, tapi dipersilahkan dengan suka rela.
Hadir pada kongres ini 800 orang dari seluruh penjuru Indonesia yang terdiri dari 750 peserta utusan dan 50 observer. Unsur yang hadir adalah pengurus MUI seluruh Indonesia, Kepala Wilayah Kementerian Agama seluruh Indonesia, pondok pesantren, perguruan tinggi dan lembaga riset, lembaga filantropi Islam, Organisasi Kepemudaan Islam, perwakilan negara luar, kalangan profesional bidang pendidikan, dakwah, ekonomi, dan peneliti, serta tokoh perorangan (ulama, zuama, cendekiawan, dan lain-lain). (Muhammad Faizin)