Hakikat Manusia Itu Baik, Maka itu Berbuat Baiklah
Oleh: Dr. Abdul Syukur
Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung
Kita, umat manusia, secara individual dan religiusitas adalah makhluk Allah SWT. Ada tiga hal yang perlu kita renungkan tentang proses diciptakannya manusia dan diambil hikmahnya agar kita bisa menyadari siapa sesungguhnya diri kita.
Ketika kita tahu hakikat diri kita sendiri maka pancaran ketenangan jiwa bisa terwujud dalam akhlakuk karimah, ukhuwah, kasih sayang, keikhlasan, dan kesabaran. Sikap untuk senantiasa bermuhasabah (merenung) dan muraqabah (mendrkatkan diri) akan selalu hadir dalam mengarungi kehidupan.
Menyadari secara mendalam siapa diri kita akan memancarkan sikap budi pekerti yang luhur dalam wujud ucapan lisan maupun tulisan, penuh kesejukan, menginspirasi dan ketenangan bathin. Hal ini juga akan memancarkan kedamaian dan persaudaraan yang mampu dirasakan oleh orang lain. Tidak hanya kepada manusia, namun sentuhan nilai ilahiah ini mampu dirasakan oleh makhluk Allah lainnya di muka bumi.
Allah sudah mengingatkan proses penciptaan manusia ini untuk menyadarkan bahwa manusia adalah makhluk Allah dan harus yakin bahwa Allah adalah sang khalik. Semua ini termaktub dalam QS Al-‘Alaq (segumpal darah) ayat 1-5 yang mengarahkan manusia untuk berta’aluq (terkait) kepada Allah sehingga lahirlah pancaran iman, amal saleh dan akhlak mulia.
Ayat Quran yang memperkuat hal ini adalah QS At-Tin ayat: 4 yang artinya: Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik. Dalam ayat ini Allah menciptakan manusia sekaligus mengapresiasi ciptaanNya sendiri yang disebut dalam redaksi kata Ihsan.
Secara etimologi, Ihsan merupakan Isim Tafdil yang menunjukkan manusia sudah memiliki potensi dan bawaan Ihsan (baik) yang harmoni, serasi, toleransi, evaluatif dan apresiatif. Hal ini mewajibkan manusia wajib secara teologis mewujudkan kebaikan dan memelihara kebaikan tersebut dalam dirinya, kepada orang lain, bahkan kepada makhluk ciptaan Allah lainnya.
Saat di dalam alam ruh pun Allah SWT telah bertanya kepada manusia dengan pertanyaan yang termaktub dalam Al Qur’an: “Alastu bi Rabbikum? (Siapa tuhanmu?). Manusia pun secara aklamasi dan penuh kesadaran menjawab: “Qaaluu Balaa Syahidna”. (Kami bersaksi dan berjanji Engkau adalah Tuhan kami)
Kita, manusia, menegaskan diri akan mewujudkan janji kita ketika dan sejak lahir di dunia hingga akhir hayat. Kita berjanji akan mengerjakan kebaikan (Ihsan). Kita akan mengamalkan kebaikan dengan perjuangan sekuat tenaga, pikiran dan perasaan kita.
Kita akan mengucapkan dan melakukan perbuatan yang membawa kebaikan (a’malush shalihat). Kita akan menjauhkan diri dari segala kehinaan agar kita tak menempati tempat yang paling hina (asfala safilin).
Allah berfirman dalam QS Al Baqarah: 82 bahwa orang-orang yg beriman dan beramal saleh akan mendapatkan aliran pahala yang tak terputus-putus. Dan mereka akan ditempatkan sebagai penduduk surga (ash-habul jannah).
Oleh karenanya, mari wujudkan janji kita kepada Allah saat kita di alam arwah. Mari kita wujudkan perbuatan ihsan karena Allah sudah menciptakan kita dengan potensi yang paling baik (ahsan). Allah juga memuji kita dengan pujian Khairu ummah yang tertulis dalam QS.Ali Imran: 110.
Pujian Allah ini mengisyaratkan 3 hal yakni kerjakan yang ma’ruf, cegahlah yang munkar dan teguhkan iman kepada Allah yang dipancarkan dalam segala kebaikan. Semoga menambah wawasan kita dan meningkatkan kesadaran kita guna melangkah dan mengerjakan kebaikan. Amin.