(Opini) Pendidikan Keluarga, Sekolah, Dan Lingkungan

Share :

Pendidikan Keluarga, Sekolah, Dan Lingkungan

Oleh : Moh Abdul Ghofur, M.Pd.

CPNS Guru Kementerian Agama Kanwil Lampung

Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku serta kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihani aku diwaktu kecil.Do’a itu sering diucapkan terlebih lagi setelah beribadah, do’a seorang anak untuk kedua orang tua. Orang tua mana yang tidak sukan didoakan oleh anaknya. Tapi apakah sebenarnya benar do’a tersebut sampai kepada orang tuanya. Ada faktor syarat pada do’a itu yaitu sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil. Apakah kita sudah menyayangi anak-anak kita?

Dalam do’a itu ada kalimat menyayangiku diwaktu kecil. Ada beberapa pendapat sebenarnya terjemah tersebut kurang tepat, lebih tepatnya adalah “mendidikku diwaktu kecil”. Sudahkah kita ikut berpartisipasi mendidik anak?. Kalau kita belum ikut mendidik anak berarti do’a tersebut akan tertuju pada guru-gurunya. Lalu apa yang kita peroleh.

Ki Hajar Dewantara membagi pendidikan menjadi 3 jenis. Ketiga jenis tersebut adalah pendidikan keluarga, pendidikan formal, pendidikan lingkungan. Pertama pendidikan keluarga, ranah ini adalah pendidikan pertama dan pondasi dasar bagi anak. Sejak lahir keluarga lah yang memegang kendali pendidikan. Minimal usia 0-3 tahun orang tua 100% mendidik anak. usia tersebut merupakan usia emas untuk menanamkan karakter bagi anak. orang tualah yang menjadi sosok panutan pertama bagi anak. sosok yang menjadi contoh bagi perilaku anak, teladan yang ditiru kelakuan dan kebiasaannya. Pada usia ini anak akan dengan sangat mudah menerima informasi, karena daya tolaknya masih rendah. Anak akan menerima informasi dan pelajaran apa adanya. Jika seorang anak sering melihat orang tuanya beribadah dengan rajin, maka hal tersebut yang akan melekat dalam diri anak.

Kedua adalah pendidikan sekolah. Ranah ini memegang peran pendidikan saat anak berusia 5 tahun keatas, atau paling cepat 3 tahun. Banyak sekolah yang mempunyai berbagi macam slogan “mencetak generasi unggul dan berakhlaqul karimah”. Sekolah punya mimpi untuk mendidik anak-anaknya menjadi seperti yang diharapkan. Berbagai macam program disiapkan dan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut. Tetapi apakah semua siswa akan merata tercapai target tersebut. Kecerdasan mungkin sangat bisa diciptakan dengan sekolah, tapi mental dan akhlaq, ternyata sekolah hanya memegang sedikit peran saja dalam membentuk mental dan akhlaq anak. Hal yang paling mendasar dalam pembentukan akhlaq anak adalah pendidikan keluarga dan pendidikan lingkungan. Walaupun beberapa sekolah menerapkan full day school yang telah menyita 7-8 jam anak berada di sekolah, namun peran orang tua sebagai pembentuk karakter masih sangat dominan. Karakter yang dikembangkan pada pendidikan keluarga akan dapat merasuk walaupun tanpa bicara. Sebagai contoh, sebuah keluarga dengan ayah-ibu bekerja ketika pulang dengan kondisi capek, sementara anaknya juga setelah seharian beraktivitas di sekolah dan mungkin tempat les yang hanya ditemani oleh seorang supir ketika sedang bersama si orang tua yang merasa capek langsung pergi istirahat dan agar anaknya tidak mengganggu istirahatnya, lalu si anak dibiarkan main game, atau menonton TV. Mental dan akhlaq apa yang kira-kira kita dapatkan dan contoh ini. Rasa acuh dan cuek, pendidikan rumah yang seharusnya dilakukan orang tua tergantikan oleh televise dan game.

Ranah selanjutnya adalah lingkungan. Banyak dari kita selalu berkata anakku jadi begini karena bergaul sama anaknya bapak itu. lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental anak. di lingkungan yang tidak kondusif anak akan cenderung merubah ke arah negatif. Tapi apakah kita harus selalu berpindah lingkungan jika kita tidak menemukan lingkungan yang ideal menerut kita, yang disana hanya dihuni oleh orang-orang baik? Tentu tidak. Lalu bagaimana kita menjadikan lingkungan yang tidak ideal menjadi area mendidik anak yang ideal. Kembali lagi kuncinya adalah pada pendidikan keluarga. Diluar rumah pasti seorang anak akan menemukan berbagi hal baru. Kita lihatan atau tidak kita lihatkan mereka pasti akan lihat, kita beritahu atau tidak mereka akan tahu. Pendidikan keluarga juga menjadi benteng dalam menghadapi berbagia hal positif dan negatif pada lingkungan. Jika suasana keluarga sangat nyaman untuk saling bertukar informasi, maka anak akan menjadi nyaman mengatakan segala hal kepada orang tua. Saat anak kita menginjak remaja, mungkin kita kaget atau marah-marah ketika mengetahui anak sedang ada ketertarikan pada lawan jenis. Kekagetan dan kemarahan kita tersebut sejatinya yang menjadikan benteng pelindung bagi anak runtuh. Dia menjadi tidak nyaman lagi berada dalam benteng, dan akhirnya ia keluar untuk mencari benteng-benteng yang lain. Dan mulai saai itulah kekuatan pendidikan lingkungan akan mengambil alih pendidikan keluarga.

Keluarga merupakan pondasi pertama dan utama dalam membentengi berbagai pengaruh negatif bagi anak serta bekal untuk mempersiapkan anak kita. Sekolah dan lingkungan sebagai faktor pendukung suksesnya pendidikan anak. Bukankah dalam kitab suci disebutkan “jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Maka mari kita memperkuat pendidikan dikeluarga, sehingga kita dapat mendidik anak-anak kita menjadi anak yang berkualitas secara intelektual, emosional, dan spiritual.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *