Bandar Lampung: Badan pengkajian MPR RI menggelar Fokus Group Discussion (FGD) dengan civitas akademika UIN Raden Intan Lampung, pada Senin (22/4/2019) di Swiss Bell Lampung.
Acara tersebut terkait akan diterbitkannya Jurnal Majelis MPR RI, karenanya Badan Pengkajian MPR RI bekerjasama dengan penulis-penulis civitas akademika UIN Raden Intan Lampung guna tulisannya akan dimasukkan ke dalam Jurnal Majelis MPR RI tersebut.
Berlangsungnya acara, para penulis civitas akademika UIN memaparkan hasil tulisannya berdasarkan tema “Membangun Etika Sosial dan Budaya” yaitu antara lain tulisan dari Prof. Hj. Nirva Diana, M.Pd., Dr. Hj. Erina Pane, M.H., Dr. Siti Mahmudah, M.Ag., Dr. Efa Rodiah Nur, M.H., Dr. H. A. Kumedi Ja’far, S,Ag., M.H., Dr.Alamsyah, M.Ag., Dr. KH. Khairuddin Tahmid, M.H., Dr. Liky Faizal, S.Sos, M.H., Dr. Idrus Ruslan, M.Ag, dan Dr. KH. Abdul Syukur,M.Ag. Serta turut hadir Prof. Wan Jamaluddin, M.A.g., mewakili Rektor UIN Raden Intan dan juga anggota Badan Pengkajian MPR, Endro Suswantoro Yahman.
Dalam tulisan Dr. Idrus Ruslan, M.Ag yang berjudul “Urgensi Wawasan Multikultural Bagi Seorang Kepala Daerah” ini menjelaskan bahwa urgensi bagi Kepala Daerah untuk memiliki wawasan tentang multikultural yaitu pemahaman tentang adanya keragaman budaya, ras, juga agama yang ada wilayahnya dimana kesemua hal tersebut dapat hidup secara setara atau dengan kata lain masing-masing entitas memberikan pengakuan (recognition) terhadap entitas lainnya.
Menurutnya, hal tersebut diperlukan agar Kepala Daerah dalam setiap regulasi yang dikeluarkan berbasis pada kebutuhan masyarakat, sehingga pembangunan daerah dapat berjalan karena masyarakat merasa didudukkan secara setara.
“Dalam konteks multikultural, maka setidaknya teori dekonfessionalisasi dapat diberlakukan, dimana setiap warga merelakan diri untuk berinteraksi, dengan tetap loyal terhadap keragaman latar belakangnya,” jelasnya.
Begitu juga dengan Kepala Daerah yang diberi amanah oleh masyarakat, maka tidak ada orientasi lain selain memberikan kebijakan yang berpihak pada masyarakat, karena ia telah memposisikan dirinya sebagai milik semua masyarakat meskipun berbeda latar belakang baik suku, agama, budaya dan lain-lain. (Hanivah)