Bandar Lampung : Badan Pengelola Keuangan Haji (Hajj Fund Management Agency) adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014. Badan ini bertugas mengelola keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, mengingat akumulasi dana haji berpotensi ditingkatkan nilai manfaatnya guna mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas.
Hal tersebut disampaikan Dr Hj Hurriyah El Islamy pada acara Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Badan Pengelola Keuangan Haji, di Meeting Room Hotel Novotel Bandar Lampung (Jum’at 07/12/2018).
Hadir sebagai peserta dalam acara tersebut perwakilan dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional Se-Sumatera, Kasi Pengelolaan Keuangan Haji Kanwil Kemenag Provinsi Lampung Hi Muflih MM, Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung Hi Suryani M Nur MM, Dekan Fakultas Syariah UIN Raden Intan Dr Alamsyah, dan Sekretaris Pengurus Wilayah Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Provinsi Lampung Drs Hi Khairuddin Hasnawi MM.
Lebih lanjut Ibu Hurriyah yang merupakan anggota Badan Pelaksana BPKH mengatakan Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.
“Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH, dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam” ujarnya.
Selain Dr Hj Hurriyah, tampil sebagai narasumber dalam acara sosialisasi tersebut Dr Hi Beny Witjaksono SE MM (Badan Pelaksana Investasi BPKH), dan Kepala BPKH Dr Hi Anggito Abimanyu MSc.
Sementara Hi Suryani M Nur dalam sesi diskusi pada acara tersebut menyatakan bahwa MUI telah melakukan kajian tentang pemanfaatan dana haji untuk hal produktif.
“Boleh ditasarufkan tapi harus dipastikan untuk jenis usaha yang memenuhi prinsip-prinsip syariah, investasi yang aman/prudensialitas (berkembang dan hasilnya membawa manfaat bagi jamaah haji sendiri maupun kemaslahatan umat Islam), dan harus memperhatikan prinsip likuiditas” ujar Suryani yang juga akademisi Ilmu Administrasi Bisnis UTB Bandar Lampung dan Dosen Luar Biasa UIN Raden Intan tersebut.
Lebih lanjut Suryani mengatakan bahwa dana haji kalau didiamkan justru akan menyusut karena inflasi, makanya perlu diinvestasikan agar produktif dan bermanfaat.
“Oleh karenanya dalam Akad Wakalah yang ditandatangani calon jamaah haji sesungguhnya ada dua perjanjian yakni akad wadiah/sekedar titipan dan Mudharabah/kerjasama” ujarnya.
Manfaat dari pengelolaan dana haji, lanjut Hi Suryani, diantaranya bisa meringankan biaya jamaah calon haji Indonesia. Sebagai contoh, besaran BPIH bagi jemaah haji Indonesia Tahun 2018 berkisar 31 – 38 juta rupiah (masing-masing embarkasi berbeda), padahal sesungguhnya biaya yang dikeluarkan untuk penerbangan haji, pemondokan di Makkah, pemondokan di Madinah, biaya hidup (living cost), biaya pelayanan haji di luar negeri, dan biaya pelayanan haji di dalam negeri jumlahnya mencapai sekitar dua kali lipat BPIH yang dbayar oleh tiap jamaah calon haji. Sumber dana untuk menutupi biaya tersebut bukan dari subsidi / APBN / APBD masing-masing daerah, tetapi dari hasil keuntungan pengelolaan dana haji tersebut. (Abdul Qodir Zaelani)