Bandar Lampung: Muhammadiyah memasuki umur 106 tahun pada 2018 ini. Pada tahun ini Muhammadiyah mengangkat tema Ta’awun untuk Negeri. Tema ini diangkat untuk menggelorakan semangat tolong menolong, kerjasama, dan membangun kebersamaan di tubuh umat dan bangsa. Hal ini diharapkan agar Indonesia menjadi negeri yang baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Pada Milad kali ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid menilai Muhammadiyah telah meletakkan infrastruktur kebangsaan modern religius madani berkeadaban. Sejak berdirinya Muhammadiyah tahun 1912, Kiai Khairuddin menilai Muhammadiyah komit mengembangkan aksi penyadaran sosial-kemanusiaan di bidang kesehatan, pendidikan, kebersamaan dan kemandirian kolektif (ta’awun), sebagai embrio kesadaran berbangsa.
“Muhammadiyah sudah mampu menjadi pelopor kesadaran kebangsaan tentang kesatuan kolektif sebagai bangsa. Muhammadiyah mampu tampil sebagai gerakan sosial dan kebudayaan dan memperkokoh diri dengan basis ketuhanan,” katanya kepada MUI Lampung Online tepat di puncak momentum Milad, Ahad (18/11)
“Selamat Milad ke 106 Muhammadiyah. Semoga akan mampu terus menggelorakan semangat milad sebagai momentum menggerakan takwa dan kesadaran masa depan, semangat tolong menolong, kerjasama, kemandirian kolektif, dan membangun kebersamaan di tubuh umat dan bangsa,” ucapnya selaras dengan tema Milad.
Dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengajak seluruh warganya untuk menggelorakan semangat milad sebagai momentum menggerakan takwa dan kesadaran masa depan, sesuai dengan isi surah al Hahsr ayat 18.
Menurut Haedar, ada lima hal yang menjadi konsen dan komitmen Muhammadiyah dalam milad ke 106 ini. Yang pertama adalah menggelorakan Islam berkemajuan sebagai basis nilai untuk membawa umat dan bangsa menjadi umat yang berkeadaban maju.
“Tanpa itu, kita umat islam dan bangsa Indonesia hanya menjadi seolah genangan danau, yang besar tetapi tidak unggul dan berkemajuan, atau seperti budaya kasur tua yang diutarakan oleh WS Rendra,” ucap Haedar, Sabtu (17/11).
Yang kedua, dalam konteks keumatan dan kebangsaan, bahkan dalam konteks kemanusiaan universal, Muhammadiyah terus menggelorakan praksis Islam yaitu nilai-nilai Islam yang mewujudkan dalam program-program kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan usaha-usaha pemberdayaan yang benar-benar membawa pada perubahan.
“Karena itu, jadikan milad ini untuk terus mendinamisasi gerakan praksis sosial, termasuk di dalamnya gerakan al-maun, filantropi Islam, gerakan kebencanaan, dan pelayanan sosial untuk semua, Muhammadiyah untuk semua, Muhammadiyah for all,” imbuh Haedar tentang momentum Milad yang jatuh pada Ahad (18/11).
Yang ketiga, Muhammadiyah berkomitmen untuk menjadikan Milad ini sebagai momentum untuk menggelorakan dan memperluas kesadaran masyarakat tentang pentingnya membangun hidup untuk kebersamaan.
“Makna ta’awun untuk negeri itu harus diwujudkan dalam semangat ukhuwah, semangat gotong royong. Tetapi semangat gotong royong maupun ukhuwah itu tidak hanya dalam retorika, tetapi kita wujudkan dalam kehidupan kolektif, dalam keberbedaan kita sebagai umat dan bangsa, baik paham dan golongan orientasi kepentingan, kita harus tetap menjaga nilai-nilai kebersamaan,” papar Haedar.
Yang keempat, Muhammadiyah komit memperhatikan gerakan komunitas termasuk di dalamnya dakwah komunitas dan dakwah di media sosial.
“Kita sadar baik Muhammadiyah, umat Islam, maupun bangsa Indonesia tengah menghadapi arus baru dunia digital dan dunia sosial yang sama sekali berada dalam situasi non konvensional. Dalam konteks ini, maka jadikan dakwah Muhammadiyah masuk menjadi gerakan yang semakin meluas pada dakwah komunitas. Hadirkan lah dakwah yang mencerahkan bagi masyarakat di akar rumput, bagi dunia medsos, bagi generasi milenial, agar nilai-nilai Islam yang mencerahkan, yang membawa pada kebaikan, pada kemajuan, nilai keluhuran, moralitas, dan akhlak itu menjadi acuan kita bergerak,” jelas Haedar.
Yang terakhir, dengan milad kali ini Muhammadiyah harus terus berperan dalam kehidupan kebangsaan. Apalagi di tahun politik yang tentu ada perbedaan kepentingan politik dan kontestasi politik yang semakin keras.
Muhammadiyah mengajak semua pihak untuk melakukan usaha agar kehidupan kebangsaan Indonesia tetap terjaga. Demokrasi adalah instrument untuk menjadi negara yang unggul berkemajuan. Bahkan demokrasi menjadi alat paling strategis membawa Indonesia sebagaimana dicita-citakan oleh pendiri bangsa, yakni menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. (Muhammad Faizin)