Bandar Lampung: Dosen UIN Raden Intan Lampung KH Ahmad Ishomuddin (Gus Ishom) menegaskan bahwa korupsi bukan saja melanggar hukum namun juga merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pasalnya, dana yang bersumber dari rakyat yang peruntukannya untuk kesejahteraan rakyat, disalahgunakan oleh pemegang amanah yang pastinya menjadikan porsi untuk rakyat hilang atau minimal berkurang.
“Kita semua yang mengemban amanah dari rakyat sudah anti korupsi jika setiap kita merasa malu dan bisa menahan diri dari melakukannya, kecuali para koruptor itu sendiri. Mencegah korupsi harus dimulai lebih dahulu oleh setiap diri dengan cara mengurangi sebanyak mungkin kecintaan terhadap harta benda dunia (hubb al-dunya),” jelasnya di Bandarlampung, Selasa (17/7).
Pemberantasan terhadap korupsi lanjut Rais Syuriyah PBNU ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar bersih dari korupsi. Ia mengibaratkan suatu ruangan yang kotor tidak mungkin bisa dibersihkan oleh alat pembersih yang kotor.
“Mengobati atau memerangi korupsi yang mewabah itu menjadi sebuah kesulitan yang luar biasa karena para koruptor itu saling melindungi dan bahkan saling menawan: ‘jika kau bongkar korupsiku, maka pasti aku bongkar pula korupsimu!’,” ujarnya.
Gus Ishom menambahkan, korupsi adalah salah satu masalah kejahatan yang dihadapi oleh setiap negara, termasuk di Indonesia. Korupsi bukan saja menjadi kejahatan dalam negeri, melainkan telah menjadi kejahatan lintas batas negara (transnasional). Karena sudah jelas korupsi memengaruhi stabilitas keamanan, maka semua pihak, bukan saja pemerintah, berkewajiban untuk memeranginya.
“Pembangunan akan gagal, rakyat banyak akan menderita dan jauh dari sejahtera, serta negara dalam bahaya jika korupsi tidak dicegah dan koruptor dibiarkan bebas berkeliaran,” tegasnya.
Melakukan korupsi lanjutnya, terkategori sebagai pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Tindak korupsi secara sempit bermakna penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi (misuse of public power for private gain).
“Indonesia, negeri kita tercinta dan rumah besar kita bersama, yang dihuni oleh semua kaum beragama sudah sepatutnya terbebas dari tindak pidana korupsi itu. Bukan sebaliknya justru korupsi telah berurat berakar dalam budaya masyarakat Indonesia, karena cara kita beragama dan berbangsa ada yang keliru, yakni tak mampu menggugah kesadaran bahwa tidak jujur, curang, khianat, mengambil harta milik orang lain yang bukan haknya, dan korupsi adalah dosa besar. Sudah seharusnya tidak ada korupsi di negeri kaum ‘yang benar’ dalam beragama,” pungkasnya. (Muhammad Faizin)