PWNU Lampung Berharap Pilkada Lampung Lahirkan Sosok Pemimpin Pembawa Kemaslahatan

Share :

Bandar Lampung: Provinsi Lampung akan menggelar pesta demokrasi pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati di dua kabupaten yakni Tanggamus dan Lampung Utara. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung KH Mohammad Mukri berharap gelaran pilkada serentak 2018 di Provinsi Lampung akan melahirkan sosok pemimpin yang benar-benar mampu membawa kemaslahatan bagi seluruh masyarakat di Bumi Ruwai Jurai tersebut.

Untuk mewujudkan harapan ini, Rektor UIN Raden Intan Lampung yang merupakan profesor ilmu ushul fiqh ini berharap pilkada tidak dikotori dengan tindakan negatif yang merusak tatanan demokrasi berbangsa dan bernegara.

“Saya cuma berharap, pilgub kali ini benar-benar melahirkan pemimpin yang membawa kemaslahatan bagi umat. Bukan sebaliknya,” tegas Prof Mukri, begitu ia biasa disapa pada Senin (25/6).

Prof Mukri juga mengingatkan bahwa tidak ada yang tahu siapa pemenang pilkada yang akan dilaksanakan pada 27 Juni 2018 mendatang. Namun perlu diingat, Allah SWT sudah menentukan siapa yang akan menjadi pemenangnya. Sehingga ia pun enggan memberikan prediksi siapa yang akan terpilih sebagai Gubernur Lampung mendatang .

“Tak akan ada yang bisa merubahnya. Karena, pemenang pilgub 27 Juni mendatang Allah sudah tentukan. Siapapun yang meraih suara terbanyak akan terlihat pada 27 Juni mendatang,” katanya.

Terkait dengan dunia politik, Prof Mukri mengungkapkan bahwa politik merupakan ilmu yang penting untuk dipelajari dan dikuasai oleh semua orang. Dengan politik, seseorang dapat ikut andil besar dalam perubahan menuju kemaslahatan umat dan bangsa.

Namun begitu, ia mengingatkan bahwa berpolitik harus didasari dengan niat yang baik. Berpolitik bukan hanya mencari kemenangan semata namun bagaimana berpolitik sesuai dengan tuntunan agama.

“Paradigma kebenaran dalam perspektif politisi, ulama dan ilmuwan berbeda. Politisi melihat kebenaran dalam konteks kemenangan. Akhirnya, money politics (politik uang)  jadi marak,” ujarnya.

Prof Mukri menilai, politisi, ulama dan ilmuwan memiliki perbedaan dalam memandang sebuah kebenaran. Politisi melihat kebenaran sebagai memenangkan pertarungan sementara ulama melihat kebenaran harus sesuai dengan sumber hukum agama dan ilmuwan melihat sebuah kebenaran berdasarkan fakta, data serta analisa keilmuwan.

“Dari situ saja jauh berbeda. NU hari ini sedang mencari formula mempertemukan ketiga elemen ini dalam melihat dan melahirkan pemimpin yang ideal. Yang ketiganya (politisi, ulama dan ilmuwan, red) sepakat, ini pemimpin yang disyari’atkan,” tuturnya.

Dengan dasar inilah warga NU harus ikut ambil bagian dalam mewarnai dan menentukan arah perjalanan bangsa melalui dunia politik. Saking pentingnya politik ini lanjutnya, untuk menjadi yang kalah saja harus berkorban moril dan materiil.

“Boleh saja Pak Jokowi itu S1. Tetapi para pembantunya para pakar dibidangnya dengan strata pendidikan S2, S3 bahkan Profesor. Mengapa demikian, karena Pak Jokowi mendapat legitimasi politik. Maka tak jarang, mau kalah saja orang berani bayar,” tandasnya. (Muhammad Faizin/Abdul Qodir Zaelani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *