
Bandar Lampung: Majelis taklim merupkan kegiatan mulia yang sangat dianjurkan Nabi. Dalam sebuah haditsnya beliau menyebut majeleis ilmu itu kedudukanya seperti taman surga. Apalagi di dalamnya dibacakan al-Qur’an dan Hadits Nabi, keduanya sebagai sumber ajaran Islam.
Demikian disampaikan Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag, Anggota Komisi Fatwa MUI Lampung saat menyampaikan tausiah pengajian bulanan yang diadakan MUI Lampung di Masjid Raya Nurul Ulum Islamic Center Rajabasa Bandar Lampung, Minggu (29/10/2017)
Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag (biasa disapa) mengatakan “Khusus Hadits Nabi perlu dipelajari, dihafalkan, diamalkan, kemudian disampaikan pada orang lain. Orang yang menyampaikan hadits Nabi dinjanjikan oleh beliau cahaya di akhirat nanti. Artinya dia akan barada pada kedudukan yang mulia di sisi Nabi.” urai dosen UIN Raden Intan.
Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag menguraikan secara panjang lebar pada pengajian ahir bulanan ini, bahwa Nabi pernah menyebut penyampai hadits sebagai khalifah penggantinya. Kita perlu mempelajari hadits-hadits Nabi, karena hadits memuat sunnah-sunnah bliau yang perlu diamalkan.
Namun dalam mempelajri hadits, kata dia diperlukan ilmunya agar kita tidak salah berpedoman dalam memahami sebuah hadits. Karena tidak semua hadits itu sahih dari Nabi. Kalaupun sahih bagaimana memahaminya dengan benar. Di sinilah perlunya ilmu hadits atau mustholah hadits.
Pengajian yang dihadiri Wakil Ketua Umum MUI Lampung Drs. KH Dimyati Amin tersebut, kiai Zaki menguraikan masalah Hadits nabi yang menjelaskan tentang para Ulama membagi sunnah menjdi dua. Sunnah tasyriiyyah dan gahairu tasyri’iyyah. Sunnah tasyri’iyah artinya sunnah yang berimplikasi hukum. Maksudnya diperintahkan atau sebatas anjuran.
Sunnah ghairu tasyri’iyyah artinya perbuatan Nabi yang muncul dari Nabi selaku manusia biasa. Misalnya bentuk fisik Nabi, kehobian atau kesukaan Nabi terhadap makanan pakaian dan warna, gerakan yang dilakukan Nabi secara kebetulan. Semua itu tidak ada keharusan diikuti.
Namun jika ada yang mengikuti dengan niat ingin meniru Nabi dalam segala hal karena rasa cintanya pada Nabi maka baik mudah-mudahan berpahala. Tapi jangan sampai mengatakan itu wajib diikuti dan siapa yang tidak mengikuti artinya tidak mengikuti sunnah. Seperti makan di lantai tidak di atas meja, makan menggunakan 3 jari, menjilat jari-jari setelah makan. Ini yang namanya sunnah ghoiru tasyriiyah. Adapun makan diawali dengan mengucap basmalah kemudian makan dengan tangan kanan maka ini namanya sunnah tasyri’iyyah, yang harus diikuti minimal sangat dianjurkan. (Maskut Candranegara)