Hidup Di Dunia Hanya Sementara, Maka Bangkitlah

Share :

Hidup Di Dunia Hanya Sementara, Maka Bangkitlah

Oleh: Nindia Puspitasari

Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

“Setiap orang di dunia adalah seorang tamu, dan uangnya adalah pinjaman.

 Tamu itu pastilah akan pergi, cepat atau lambat, dan pinjaman

itu haruslah dikembalikan.”(Ibnu Mas’ud)

Hidup di dunia hanyalah sementara. Usia seseorang tentunya berbeda-beda. Ada yang meninggal saat masih kecil, ada pula yang sampai berusia tua barulah ia menemui ajalnya. Hidup sementara menurut orang jawa direpresentasikan dengan istilah “Urip iku mung koyo mampir ngombe” (hidup ini seperti orang yang singgah untuk minum). Mampir (singgah) itu tentu sebentar bukan ?, jika lama-lama itu namanya menginap. Minum pun juga seperlunya, karna jika minum kebanyakan perut pun bisa jadi kembung, dalam istilah Jawa (kelempokan).

Jika dilihat dari kata Ibnu Mas’ud pada pembukaan artikel ini, maka kita ini ibarat tamu yang hanya singgah sebentar. Tamu yang dipinjami uang oleh si pemilik rumah dan kita wajib mempertanggung jawabkannya. Sang pemilik rumah dunia ini hanyalah Allah SWT. Kita manusia ini, telah dipinjami banyak hal oleh Allah. Mulai dari mata, tangan, kaki, tenaga, waktu, harta, kesempatan dan lainnya. Begitu banyak yang harus kita pertanggung jawabkan bukan ?

Kesadaran kefanaan seperti hal ini harus ditanamkan sedini mungkin, sehingga dapat menjadi laku sosial yang mengurat akar bagi kita. Dengan kesadaran tersebut akan dapat mencegah kita dari sifat wahn “cinta dunia dan takut mati”. Bukankah bila kita mati tidak membawa apa-apa ? hanya amal kebaikanlah yang menyertai. Harta benda, rumah, istri, suami, anak, sanak saudara semuanya akan ditinggalkan J J

Maka pelajaran terpenting yang bisa diambil adalah hidup dengan sederhana, hidup secukupnya, tidak terlalu bernafsu memburu harta benda. Karena hadirnya harta hanya menyita waktu kita. Pikiran dan perhatian kita akan tercuri oleh harta yang melimpah. Energi terkuras untuk melindungi harta agar tidak berpindah tangan atau hilang dicuri orang. Sikap hidup tawadhu inilah yang patut kita terapkan dalam kehidupan kita.

Sebagaimana dikisahkan :

“Seorang raja menerima tamu dari negara lain. Sebagaimana tuan rumah yang baik, sang raja mempersilahkan tamunya duduk dan beristirahat, lalu menjamu sebagaimana mestinya. Melihat kondisi  dan keadaan rumah sang raja, tamu ini terheran-heran. Sejauh pengamatannya, tak ada satu pun benda berharga menghiasi rumah sang raja. Maka ia pun bertanya, “Wahai raja, mengapa rumahmu begitu sederhana, tak ada benda-benda yang berharga layaknya seorang raja ?

Raja pun menjawab, “Di dunia ini saya hanyalah tamu, sebagaimana Anda tamu di rumah saya. Anda mampir hanya sebentar, tidak membawa apa-apa, karena terlalu banyak benda yang dibawa akan menjadi terlalu repot saat pulangnya. Begitulah saya. Ujar sang raja”.

Mendengar jawaban sang raja seperti itu, tamu tersebut tertunduk. Ia mengakui kedalaman ilmu dan kebijaksanaan raja.

Senada dengan hal itu, Rasulullah SAW bersabda “Aku dan dunia ibarat orang dalam perjalanan menaiki kendaraan, lalu berteduh dibawah pohon, beristirahat setelah itu meninggalkannya.” (HR. Ibnu Majah).

Cerita tersebut menggambarkan, tentang kesederhanaan seorang raja yang bijaksana. Kita sebagai manusia dituntut untuk tidak sombong hanya karena harta dan kedudukan tinggi, tidak boleh minder karena miskin dan hina. Karena kita semua hanyalah tamu dan semua yang kita miliki hanyalah pinjaman J J

Tetaplah Rendah Hati seberapapun tinggi kedudukan kita. Tetaplah Bersabar seberapapun ujian dan rintangan yang datang pada kita. Hanya satu kepunyaan kita yang bukan termasuk pinjaman yaitu Amal Shaleh. Hanya dengan itulah yang akan bisa mempertanggung jawabkan kehidupan kita nanti. Nikmati saja hidup ini dan Berbahagialah dengan apa yang kita punya, terus berucap Syukur dan Terimakasih kepada sang Pencipta. J J

Bangkit dan Berkarya

Kehidupan sementara dengan jaminan kenikmatan dari Allah ini, harus digunakan dengan baik. Momen Hari Kebangkitan Nasional ini kita gunakan sebagai motivasi kehidupan kita untuk terus bangkit dari keterpurukan, kehinaan, kemalasan, kekerasan, kerusuhan menuju kehidupan yang jaya dan damai.

Semangat Kebangkitan Nasional yang sejak lama menitis kepada generasi penerus bangsa Indonesia, harus kita jaga dengan baik. Melestarikan semangat Kebangkitan Nasional, itu artinya kita melestarikan persatuan, perdamaian dan memupuk persaudaraan antar sesama umat manusia dalam bidang apapun. Kehidupan yang sementara ini, harus selalu dimanfaatkan dengan menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa untuk selalu memikirkan kebangkitan dari persoalan-persoalan yang ada.

Dengan harapan, kehidupan umat Islam di Indonesia ini selalu bisa membangkitkan berbagai bidang yang sedang mengalami keterpurukan, baik dalam diri sendiri maupun negara Indonesia. Kebangkitan umat Islam dalam berbagai bidang, sangat bisa menghasilkan karya-karya yang bagus bagi perkembangan dan kemajuan negara. Skill umat Islam di Indonesia tidak diragukan lagi dalam bidang apapun, ditambah lagi dengan semangat kebangkitan, tentunya umat Islam di Indonesia bisa berkarya dengan baik dan meningkatkan kualitas individu dan negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *