Pringsewu: Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa bagi umat Islam terkait atribut Natal. Fatwa Nomor 57 Tahun 2016 menyebutkan bahwa ummat Islam diharamkan menggunakan atribut Natal ataupun atribut yang bukan bercirikan Islam.
Dalam fatwa tertanggal 14 Desember 2016 ditegaskan, atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu. Selain itu mengajak dan atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non muslim juga haram.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pringsewu KH. Hambali tujuan dari fatwa haram tentang penggunaan atribut agama lain pada saat hari raya agama tersebut dimaksudkan untuk memberikan satu pegangan kepada umat Islam agar tidak menggunakan atribut agama lain.
“Memang ini tidak diperbolehkan dalam agama Islam,” tegasnya saat ditanya tentang fatwa tersebut disela-sela kegiatan Rapat Koordinasi di Polres Tanggamus terkait Kesiapan Operasi Lilin Tahun 2016, Rabu (21/16).
Namun terkait terbitnya fatwa yang berbarengan dengan momen perayaan natal ummat Kristiani, Kiai Hambali mengajak kepada Umat Islam untuk tetap menjaga kerukunan hidup antara umat beragama dan memelihara harmonis kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain.
Ia juga menghimbau agar Umat Islam agar saling menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama. “Salah satu wujud toleransi adalah menghargai kebebasan non-muslim dalam menjalankan ibadahnya, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologis,” tegasnya.
Ummat Islam anjurnya agar memilih jenis usaha yang baik dan halal, serta tidak memproduksi, memberikan, dan/atau memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim.
Ia juga mengingatkan kepada pemilik perusahaan untuk menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-muslim kepada karyawan muslim.
Pemerintah juga meyakinkan dalam memberikan perlindungan kepada umat Islam sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syariat agamanya secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama.
“Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan termasuk ikatan kontrak kerja, ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-muslim kepada umat Islam,” pungkasnya. (Muhammad Faizin).