Pringsewu: Mencermati berita di media Sosial yang saat ini semakin tidak bersahabat, penuh intrik dan cenderung fitnah, maka diperlukan kecermatan, ketelitian, dalam memahami siapa sumber pembawa berita tersebut.
Hal ini disampaikan Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Dr. H. Rosidi, MA saat dihubungi melalui Media Sosial Whatsap miliknya, Kamis (8/12/2016).
“Memang tidak semua informasi benar 100 persen, pun tidak ada yang 100 persen salah. itu sebabnya dibutuhkan kemampuan untuk memilah dan memilih,” himbaunya.
Dalam teori wacana lanjutnya, semua tulisan dan informasi sangat dipengaruhi oleh idiologi, faham keagamaan, kepentingan politik, pemilik uang, juga wawasan pengetahuan yg dimiliki oleh seorang penulis. Untuk itu cara kita membaca berbagai informasi yang datang baik diminta, maupun tidak kita minta, harus menggunakan ilmu Framing.
“Maksudnya cara membaca dengan melihat siapa yang nulis, apa background pendidikannya, apa faham keagamaannya, kemana haluan politiknya, dan setting sosial budayanya,” paparnya.
Dengan metode ilmu Framing ini lanjutnya, kita akan dapat menilai sendiri berbagai informasi yang menjamur dan menghujani mata kita setiap saat.
“Yakinlah, tidak ada tulisan atau wacana yang sunyi dari kepentingan. Itu sebabnya al-Qur’an menganjurkan untuk Tabayun. maknanya harus selektif, cros cek, jangan latah asal posting yang berakibat menimbulkan prasangka buruk pada orang lain, menyudutkan kelompok tertentu, menebar laknat,” himbauhya.
Lebih lanjut Ia mengingatkan kita dengan peringatan Ziauddin Sardar ilmuwan muslim yang juga pengamat komunikasi, bahwa di era informasi sekarang ini umat islam banyak yg menjadi korban, kehadiran media sosial. “Medsos bukan menjadi rahmat, tetapi lebih menjadi laknat. Naudu billah min dzalik,” jelasnya.
Sehingganya Ia berharap agar ummat Islam dapat dijauhkan dari perpecahan dan permusuhan akibat dari kecerobohan dan kebodohan kita dalam bermedia sosial. (Muhammad Faizin).