Antara Konflik dan Kerukunan Masyarakat Multikultural Lampung Selatan

Share :

el-multiculturalismo3

Lampung Selatan: Yayasan Bina Bangsa Jakarta, tepatnya pada tanggal 31 Juli 2016,  mengadakan seminar dialog lintas budaya dan agama di Aula SMA Ma’arif Bumirestu. Panitia sengaja mengundang berbagai perwakilan lapisan masyarakat, tokoh adat, pelajar, mahasiswa, pejabat dan pihak keamanan yang terkait untuk duduk bersama membahas dan menanggulangi isu-isu seputar kerukunan dan juga konflik-konflik sosial yang baru-baru ini marak terjadi.

dalam dialog terbuka tersebut Yayasan Bina bangsa 99 (YBB) yang berpusat di Jakarta, menfasilitasi  dan mengirimkan perwakilan Dr, Phil Suratno untuk mengisi dan memberikan pengetahuan tentang kerukunan dan konflik sosial dimasyarakat, yang kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Selain itu hadir juga sebagai pengisi acara seminar diantaranya adalah perwakilan dari tokoh adat umat Hindu, Putu Suryaningsih, S.Ag, M.M, perwakilan FKUB Kyai Zainurrosihin, Ketua PWNU Lampung Kyai RM. Soleh Bajuri,             M.Hi, Kanit Intel Polsek Palas M.Fauzi dan ketua Yayasan Bina Bangsa (YBB) yaitu (Ikhsan Hasan)

Antusias peserta diskusi dalam seminar tersebut cukup tinggi, dibuktikan dengan banyaknya peserta seminar yang hadir dan kemudian bertanya seputar tema kerukunan dan juga konfik yang terjadi disekitar mereka, Putu Suryaningsih mengatakan bahwa “pada dasarnya konflik-konflik sosial yang terjadi dimasyarakat saat ini cenderung diakibatkan karena adanya kenakalan remaja yang kemudian meluas manjadi konflik kelompok”, berbeda dengan yang dikatan oleh Kyai RM. Soleh Bajuri, M.Hi beliau mengatakan bahwa “ada empat (4) rumus yang bisa dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi konflik dimasyarakat saat ini yaitu Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Indonesia dan UUD 45 disingkat dengan istilah (PBNU)”.

Dalam sesi sambutan yang lain, Kapolsek Kecamatan Palas mengatan bahwa “lemahnya dan ketidak perdulian tokoh adat atau tokoh mesyarakat sekitar untuk menjadi inisiator dan juga mediator dalam menyelesaikan konflik menjadikan sulitnya menyatukan kembali kedua kelompok yang berselisih” sehingga polisi dalam hal ini tidak bisa bertindak maksimal karena kurangnya dukungan dari para tokoh untuk berperan aktif ikut serta menyelesaikan konflik yang terjadi.

Kemudian sebelum acara seminar ditutup tepat pada jam 16.00 WIB, semua perwakilan dari masing-masing tokoh adat maupun agama diminta menanda tangani nota kesepahaman untuk saling menjaga kerukunan dan juga toleransi serta menjaga negara kesatuan Indonesia, dan senantiasa untuk terus mengadakan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang positif, agar masyarakat Lampung Selatan dapat kembali menjadi kota yang aman, damai dan sejahtera. (Ali Maskur)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *