Korupsi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu corruption. Dalam Bahasa Arab, kata korupsi diartikan dengan istilah al-ghulul ( الغلول). Dalam pandangan Hukum Islam (Syari’at), korupsi disamakan dengan tindakan kejahatan atau pengkhianatan berat, yaitu pencurian dan perampokan. Menurut Abdullah bin Husain Ba’alawi dalam kitabnya berjudul Is’ad al-Rafiq Syarh Matan Sullam al-Tauqif, Juz II halaman 97 disebutkan bahwa korupsi (al-ghulul) dimaknai sebagai tindakan pencurian (al-sariqah). Abdullah bin Husain Ba’alawi mendefiniskan korupsi adalah: السريقة هي أخذ المال خفية berarti pencurian ialah mengambil harta yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Bahkan, korupsi bukan saja terkategori pencurian, tetapi juga perampokan (al-nahb).
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa korupsi dihukumi sama dengan kejahatan luar biasa dengan pencurian dan perampokan. Dengan demikian, korupsi tergolong tiundak pidana kejahatan, dan pelakunya (koruptor) pantas dan sangat pantas dijatuhi hukuman yang sangat berat. Sanksi hukum buat koruptor dengan hukuman yang berat, supaya pelaku korupsi jera, kapok, taubat, dan mengembalikan hasil korupsi untuk kepentingan rakyat dan negara. Sebab, korupsi adalah menjarah uang Negara yang dilakukan secara diam-diam, sembunyi-sembunyi, tetapi berakibat membuat negara miskin, asset negara bangkrut, rakyat menderita, dan dampak sosial lainnya seperti kesenjangan sosial sehingga menimbulkna instabilitas sosial dan negara.
Pelakunya pun pada hahekatnya menderita, walaupun ia bersenang-senang menikmati harta hasil korupsi, tetapi sesungguhnya hati dan pikirannya tidak enak karena dihinggapi was-was dan takut ketahuan ia melakukan korupsi. Apalagi nyata-nyata “si dia” melakukan korupsi dan dinyatakan sebagai koruptor, wah…jelas ia dijebloskan ke dalam penjara, pelaku dan keluarganya menjadi cemoohan masyarakat, publik menjadi tahu bahwa si pelaku itu ternyata “dis-personality” atau “tidak amanah”, dan predikat steoratif lainnya yang ditujukan kepadanya. Di akherat kelak pun koruptor berpakaian dengan bara api neraka dari hasil harta korupsinya pada sasat ia hidup di dunia. Mari jauhi korupsi!!! Korupsi adalah pelanggaran hukum pidana berat, kejahatan luar biasa. Koruptor mendapat sanksi di dunia (penjara) dan akherat (neraka).
Dasar Hukum Larangan Korupsi
Korupsi merupakan tindakan pidana kejahatan, yang dihukumi sama dengan tindakan pencurian dan perampokan; atau penjarahan harta milik negara dan rakyat. Tindakan korupsi merugikan negara dan rakyat, membuat rakyat menderita, negara menjadi sengsara, dan pelaku korupsi juga menderita di dunia dan akherat kelak. Demi menyelamatkan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, menciptakan keadilan dan kemakmuran rakyat, serta memelihara stabilitas negara dan bangsa, maka pemerintah mengatur tentang undang-undang tentang anti korupsi atau pencegahan tindak pidana korupsi. Larangan melakukan korupsi juga dijelaskan dalam agama Islam
Pelaku korupsi ada dua penyebab, yaitu (1) merekayasa sistem atau prosedur yang menyakibatkan seseorangan atau sekelompok orang melakukan korupsi; dan ini tergolong tindakan koropsi yang disengaja atau korupsi yang direncanakan dengan prosedur dan system yang rapi. Pelaku sengaja melakukan korupsi; dan (2) korban sistem atau salah prosedur yang berdampak pada tindakan yang disamakan dengan seseorang atau sekelompok orang yang dikategorisasikan melakukan tindakan korupsi. Pelaku tidak tahu-menahu atau tidak sengaja korupsi, tetapi ia menjadi korbantindak pidana korupsi.
Bagaimana hukum Islam melarang korupsi. Ini didasarkan dalil al-Qur’an, antara lain:
ومن يغلل يأت بما غل يوم القيمة
Artinya:
“Barang siapa yang khiatan dalam urusan rampasan perang (ghulul), maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya.” (Q.S. Ali Imran: 161).
Ayat 161 tersebut, menurut Muhammad bin Abi Bakar al-Qurthubi, dalam kitabnya berjudul Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, bahwa korupsi merupakan perbuatan pengkhianat dan merupakan dosa besar. Palakunya berdosa besar sehingga, di akherat kelak ia akan membawa bara api yang berasal dari harta hasil korupsi. Maksudnya, hasil korupsi kelak di akherat menjadi pakaian api bagi pelakunya yang dibawa ke neraka ketika ia disiksa. Na’udzu billahi mindzalik. Imam al-Qurthubi menjelaskan korupsi dari Hadits Nabi:
من حد يث أبي هريرة رضي الله عنه أنه يحمله على عنقه و قد قال رسول الله صل الله عليه و سلم فى مدعم والذي نفسي بيده إن الشملة التي أخذ يوم خيبر من المغانم لم تصبها المقاسم لتشتعل عليه نارا قال فلما سمع الناس ذلك جاء رجل بشراك أو شراكين إلى رسول الله صل الله عليه و سلم فقال رسول الله صل الله عليه و سلم شراك أو شراكان من نار . أخرجه في الموطاء فقوله عليه السلام والذي نفسي بيده وامتناعه من الصلاة على من غل دليل على تعظيم الغلول و تعظيم الذنوب فيه وأنه من الكبائر وهو من حقوق الأدميين ولا بد فيه من القصاص بالحسنات و السيئات.
Artinya:
“Dari riwayat Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia akan memikul hutangnya di lehernya. Rasul Saw. sungguh telah bersabda tentang Mi’dam (seorang budak): “Aku bersumpah demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya.” Sungguh selendang selimut yang ia ambil dari hari peperangan Khaibar yang merupakan harta rampasan perang yang diambil oleh pegawai pembagian harta, akan menyalakan api neraka baginya.”
Setelah mendengar penjelasan itu lalu ada yang datang kepada Rasulullah Saw. menyerahkan satu atau dua utas tali sandal, lalu beliau Saw. bersbada: “Seutas dan dua utas tali sandal itu bagian dari api neraka.” Hadits itu diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa’. Maka sumpah Nabi Saw dengan kalimat: “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya.” Dan penolakannya menyolati orang yang telah melakukan pengkhianatan (korupsi) merupakan dalil atas parahnya perbuatan tersebut, begitu besar dosanya. Ia termasuk dosa besar yang terkait dengan hak-hak orang lain dan di dalamnya harus diberlakukan qishash terkait amal kebaikan dan amal jahatnya.”
Jika merenungi Hadits di atas, terlihat sangat mengerikan sanksi bagi orang yang melakukan korupsi. Sanksi hukum bagi koruptor, menurut Hadits di atas. Pertama, koruptor termasuk pelaku dosa besar (min al-kabair). Kedua, koruptor kalau meninggal dunia, ia tidak boleh disholati. Ketiga, koruptor kelak di akhirat membawa api neraka yang berasal dari hasil korupsinya, dan ia masuk ke neraka selamanya.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Artinya: “Dan tiada bagi Nabi Saw untuk melakukan pengkhinatan (korupsi) dan barang siapa melakukan korupsi, maka ia datang pada hari kiamat membawa apa yang dikorupsi. Kemudian setiap jiwa (manusia) yang wafat terhadap apa yang telah diperbuat dan mereka sedikit pun tidak akan dianiaya.” Maksudnya, orang yang berbuat atau mendatangkan kejahatan akan dibalas oleh Allah dengan kejahatannya, kejahatannya tidak dilipatgandakan. Berbeda dengan orang yang mendatangkan kebaikan, maka Allah akan melipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat. Karena Allah tidak akan menganiaya hamba-Nya sehingga bagi yang berbuat satu kejahatan, ia dibalas setimpal dengannya.
Di bawah ini, teks-teks yang menjelaskan yang terkait dengan larangan korupsi:
الله فلا غالب لكم وإن يخذلكم فمن ذا الذي ينصركم من بعده وعلى الله فليتوكل المؤمنون”، أي: إن ينصرك الله فلا غالب لك من الناس = لن يضرك خذلان من خذلك، و إن يخذلك فلن ينصرك الناس =”فمن الذي ينصركم من بعده”، أي: لا تترك أمري للناس، وارفض [أمر] الناس لأمري، وعلى الله، [لا على الناس]، فليتوكل المؤمنون. (1). القول في تأويل قوله : { وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ }. اختلفت القرأة في قراءة ذلك.
فقرأته جماعة من قرأة الحجاز والعراق:( وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ )، بمعنى: أن يخون أصحابه فيما أفاء الله عليهم من أموال أعدائهم. واحتجَّ بعض قارئي هذه القراءة: أنّ هذه الآية نزلت على رسول الله صلى الله عليه وسلم في قطيفة فُقدت من مغانم القوم يوم بدر، فقال بعض من كان مع النبي صلى الله عليه وسلم:”لعل رسول الله صلى الله عليه وسلم أخذها!”، ورووا في ذلك روايات، فمنها ما:-
8136- حدثنا به محمد بن عبد الملك بن أبي الشوارب قال، حدثنا عبد الواحد بن زياد قال، حدثنا خصيف قال، حدثنا مقسم قال، حدثني ابن عباس: أن هذه الآية:”وما كان لنبيّ أن يغل”، نزلت في قطيفة حمراء فقدت يوم بدر، قال: فقال بعض الناس: أخذها! قال: فأكثروا في ذلك، فأنزل الله عز وجل:”وما كان لنبي أن يغل ومن يغلُل يأت بما غل يوم القيامة”. (2)
8137- حدثنا ابن أبي الشوارب قال، حدثنا عبد الواحد قال، حدثنا
__________
(1) الأثر: 8135- سيرة ابن هشام 3: 124 ، وهو تتمة الآثار التي آخرها: 8132 ، بيد أنه في سيرة ابن هشام مختصر. لم يرو ابن هشام صدر هذا الخبر ، بل بدأ من قوله: “أي: لا تترك” ، وقد أخطأ الناسخ فيما أرجح فسقط منه ما أثبت من سيرة ابن هشام بين الأقواس.
(2) الأثر: 8136-“محمد بن عبد الملك بن أبي الشوارب القرشي الأموي” ، روى عنه مسلم والترمذي والنسائي وابن ماجه ، قال النسائي: “لا بأس به” ، وهو ثقة جليل صدوق. و”عبد الواحد بن زياد العبدي” أحد الأعلام سلفت ترجمته في: 2616. و”خصيف بن عبد الرحمن الجزري” ، رأى أنسًا ، وروي عن عطاء ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، ومجاهد ، ومقسم وغيرهم. قال أحمد”ضعيف الحديث” ، وقال: “شديد الاضطراب في المسند”. وقال ابن عدي: “إذا حدث عن خصيف ثقة ، فلا بأس بحديثه”. وقال ابن حبان: “تركه جماعة من أئمتنا واحتج به آخرون ، وكان شيخًا صالحًا فقيهًا عابدًا ، إلا أنه كان يخطئ كثيرًا فيما يروى ، وينفرد عن المشاهير بما لا يتابع عليه ، وهو صدوق في روايته ، إلا أن الإنصاف فيه ، قبول ما وافق الثقات ، وترك ما لم يتابع عليه”. مترجم في التهذيب. والحديث رواه الترمذي في باب تفسير القرآن ، من طريق قتيبة ، عن عبد الواحد بن زياد ، بمثله وقال: “هذا حديث حسن غريب” ، وقد روى عبد السلام بن حرب عن خصيف نحو هذا ، وروى بعضهم هذا الحديث عن خصيف عن مقسم ، ولم يذكر فيه ابن عباس” – يعني مرسلا. ونسبه ابن كثير في تفسيره 2: 279 ، إلى أبي داود أيضًا ، ونسبه السيوطى في الدر المنثور 2: 91 إلى أبي داود ، وعبد بن حميد ، وابن أبي حاتم ، والترمذي ، وابن جرير.
Kesimpulan
Korupsi terkategori kejahatan sama dengan pencurian dan perampokan, sehingga termasuk dosa besar, merugikan negara dan rakyat. Pelakunya menderita sengsara di dunia dan akhirat. Meninggalnya koruptor tidak boleh disholati. Ia kelak masuk neraka dengan membawa hasil korupsinya. Mari jauhi korupsi dan jangan jadi koruptor.
Lebih baik sengsara di dunia, daripada hidup mewah di dunia dari hasil korupsi, dapat membuat hidup sengsara dan menderita selamanya di alam akhirat kelak. Lebih baik lagi, hidup di dunia mewah dan dapat beramal saleh untuk bekal hidup di akhirat yang lebih mewah dan lebih nikmat lagi selamanya.
Referensi:
- Al-Qur’an al-‘Azhim.
- Hadits-hadits Bab Ghulul, dari Kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
- Kitab Al-Muwaththa’, karya Imam Malik.
- Kitab Al-jami’ li-Ahkam al-Qur’an, karya Imam Al-Qurthubi.
- Kitab Is’ad al-Rafiq Syarh Matan Sullam al-Taufiq, karya Abdullah al-Ba’alawi.
- Hasil Munas Alim Ulama NU 2002/1423, tentang Masail al-Maudhu’iyyah al-Siyasiyyah,di Wisma Haji Pondok Gede, Jakarta.
Penulis | Dr. Abdul Syukur, M.Ag
(Ketua IV MUI Lampung/Dewan Pakar Media Online MUI Lampung) |
Editor | Abdul Qodir Zaelani |