Memaknai Idul Fitri 1437 Hijriyah

Share :

KH. Abdul Syukur

Memaknai Idul Fitri 1437 Hijriyah
Dr. Abdul Syukur, M.Ag
Wakil Rais Syuriah PWNU Provinsi Lampung
Wakil Dekan 3 FDIK IAIN Raden Intan Lampung
Ketua IV MUI Propinsi Lampung

Khutbah Pertama

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر 9×. كبيرا والحمد لله كثيرا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَه، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لآإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنُ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الْمُنَافِقُوْنَ.

إنَّ الحَمْدَ لله، نَحْمَدُه، ونستعينُه، ونستغفرُهُ، ونعوذُ بالله مِن شُرُورِ أنفُسِنَا، وَمِنْ سيئاتِ أعْمَالِنا، مَنْ يَهْدِ الله فَلامُضِلَّ لَهُ، ومن يُضْلِلْ فَلا هَادِي له. أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لاشَرِيكَ لَهُ،وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًى، أمَا بعد.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَاوَبَثَّ مِنْهُمَارِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوااللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيماً .

Jama’ah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah

1. Idul Fitri Petanda Akhir Ramadhan
Rangkaian ibadah puasa (dan ibadah yangmengiringinya seperti shalat tarawih dan zakat fitrah) menunjukkan berakhir kegiatannya ketika datang 1 syawal 1437 H. Berart, 1 Syawal merupakan berakhirnya umat Islam mencukupkan atau menyempurnakan bilangan hari-hari berpuasa selama Ramadhan (30 hari) pada 1 Syawal 1437 H yang jatuh bertepatan pada 6 Juli 2016 M. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 185:

Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 185).

Dalam konteks Idul Fitri, pada penghujung ayat 185 tersebut terdapat kalimat yaitu: Pertama, dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, yaitu selama satu bulan (30 hari) dalam bulan Ramadhan untuk berpuasa, yang diakhiri dengan berbuka puasa pada hari raya (1 Syawal). Kedua, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah, yaitu malam datangnya 1 Syawal, sekaligus menandai berakhirnya malam Ramadhan, maka umat Islam supaya mengagungkan Allah (takbiran atau dikenal dengan malam takbiran). Pada malam 1 Syawal hingga datangnya shalat Idul Fitri terutama, umat Islam mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil semalam suntuk yang ditujukan kepada Allah untuk mengagungkan-Nya sebagai ungkapan rasa syukur umat Islam kepada-Nya. Bahkan, pada 1 Syawal umat Islam diharamkan berpuasa, tetapi dihalalkan untuk makan dan minum. Umat Islam yang selama Ramadhan haram untuk makan dan minum, justeru sebaliknya pada 1 Syawal umat Islam dihalalkan makan dan minum. Mengapa demikian, agar umat Islam bersyukur kepada Allah Swt.

Namun demikian, jika di antara umat Islam yang pada bulan Ramadhan tidak berpuasa karena sakit atau keberadaannya sebagai musafir, maka ia melaksanakan ‘iddah (membayar hutang puasa Ramadhan) di luar bulan Ramadhan. Kecuali fidyah dibayarkan dalam bulan Ramadhan dengan memberi makanan kepada orang miskin sebagai tebusan puasa bagi orang yang berhalangan atau tidak memuliki kemampuan atau uzhur berpuasa seperti orang sakit berat dan/atau kemungkinan berat sembuhnya.

Hal penting yang perlu diingat oleh umat Islam dalam mengungkap rasa syukur kepada Allah Swt melalui takbiran, agar mereka selalu memohon petunjuk Allah sehingga dalam mengungkap rasa syukur tersebut melalui takbir, tahmid, tasbih dan tahlil tetap dalam petunjuk Allah. Bukan di luar petunjuk-Nya atau berlebih-lebihan dalam menyambut malam takbiran seperti arak-arakan dengan kendaraan pada malam takbiran yang mungkin bisa mendatangkan musibah, membakar petasan yang membahayakan dirinya dan orang lain, pesta yang mengandung maksiat/mungkar. Ini semua agar dihindari oleh umat Islam karena bisa menjauhkan kita dari petunjuk Allah, dan ungkapan bersyukur yang keliru.

Jama’ah Shalat Idul Fitri yang Berbahagia

2. Makna Idul Fitri
a. Arti Idul Fitri secara Bahasa
‘Idul fitri berasal dari dua kata; ‘id (عيد) dan al-fitri (الفطر). Kata ‘Id secara bahasa berasal dari kata aada-ya’uudu (عاد – يعود), ada yang mengartikan kembali, dan ada yang mengartikan hari besar atau hari raya. Disebut ‘id (عيد), karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, dan pada waktu yang sama. Dalam Kamus Lisanul ‘Arab dinamakan ‘id adalah:

سمي العِيدُ عيداً لأَنه يعود كل سنة بِفَرَحٍ مُجَدَّد

“Hari raya dinamakan id karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru.” (Lisan Al-Arab, 3/hal. 315). Ada yang mengatakan, kata ‘id (Bahasa Indonesia: id) merupakan turunan kata Al-Adah (Bahasa Arab: العادة), yang artinya kebiasaan. Karena masyarakat telah menjadikan kegiatan ini menyatu dengan kebiasaan dan adat mereka. (KitabTanwir Al-Ainain, hal. 5). Begitu pula Pengertian al-Fitri (الفطر), perlu diberi garis dengan sangat tebal, bahwa kata fitri TIDAK SAMA dengan kata fitrah. Fitri dan fitrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Namun, mengingat cara pengucapannya yang hampir sama, banyak masyarakat Indonesia menyangka bahwa itu dua kata yang sama. Untuk lebih menunjukkan perbedaannnya, berikut keterangan masing-masing, adalah sebagai berikut:

Pertama, Kata Fitrah (الفطرة)
Kata fitrah Allah dalam Q.S. Ar-Rum ayat30:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.” Fitrah dalam ayat ini berarti “ciptaan Allah”.
Ibnul Qayyim al-Jauzi menjelaskan makna fitrah:

الخلقة التي خلق عليها البشر

“Kondisi awal penciptaan, di mana manusia diciptakan pada kondisi itu.” (Kitab Zadul Masir, 3/422).
Dengan demikian, setiap manusia yang dilahirkan, dia dalam keadaan fitrah (yaitu manusia memiliki sifat dasar/potensi). Telah mengenal Allah sebagai sesembahan yang Esa, namun kemudian mengalami gesekan dengan lingkungannya, sehingga ada yang menganut ajaran Yahudi, Nasrani atau agama lain. Ringkasnya, bahwa makna fitrah adalah keadaan suci tanpa dosa dan kesalahan (sifat dasar/bawaan/potensi yang suci).

Kedua, kata Fitri (الفطر)
Kata fitri berasal dari kata afthara – yufthiru (Arab: افطر- يفطر), berarti berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut idul fitri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa Ramadhan. Dengan kata lain, Idul Fitri berarti “hari besar berbuka/berbuka penghabisan puasa Ramadhan”. Jadi, Idul Fitri dimaknai “hari raya berbuka puasa”.

b. Banyak Dalil Penguat Makna Idul Fitri
Dalil-dalil yang memperkuat makna Idul Fitri diartikan Hari Raya Berbuka (Puasa Ramadhan), di antaranya:

1). Hadis tentang anjuran untuk menyegerahkan berbuka
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah Saw. Bersabda:

لا يزال الدين ظاهراً، ما عجّل النّاس الفطر؛ لأنّ اليهود والنّصارى يؤخّرون

“Agama Islam akan senantiasa menang, selama masyarakat (Islam) menyegerakan berbuka. Karena orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkan waktu berbuka.”(H.R. Amhad).
Hadits tersebut Riwayat Imam Ahmad No.9810, Abu Daud No. 2353, Ibn Hibban No. 3509 dan statusnya hadits hasan).
Dari Sahl bin Sa’d ra., RasulullahSaw. bersabda:

لا تزال أمَّتي على سُنَّتي ما لم تنتظر بفطرها النّجوم

Artinya: “Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu berbuka dengan terbitnya bintang.”
(HR. Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya 3/275, dan sanadnya shahih). Kata Al-Fithr pada Hadis di atas mengandung makna berbuka, bukan suci. Makna hadis ini menjadi aneh, jika kata Al-Fithr diartikan suci, yaitu: “Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu waktu bersuci dengan terbitnya bintang”. Tentu saja, ini keluar dari konteks hadis.
Jika perkataan Idul Fitri diartikan ‘Kembali Suci’, maka pengertian Idul Fitri bisa keluar dari esensinya. Turunan dari pemaknaan ini, sebagian masyarakat sering menyebut Tanggal 1 Syawal dengan ungkapan “hari yang fitri”.

Setidaknya ada dua kesalahan fatal, jika Idul Fitri dimaknai Kembali Suci, yang sering disampaikan oleh khatib, di atas:
Pertama: memaknai idul fitri dengan kembali suci. Ini kesalahan bahasa. Kedua: keyakinan bahwa ketika idul fitri, semua muslim dosanya diampuni, bagaikan bayi yang baru lahir.

Jama’ah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah Swt
Dari uraian di atas dapat ditegaskan, makna Idul Fitri dalam konteks 1 Syawal lebih tepat diartikan Hari Raya berbuka, Hari Lebaran, yaitu Hari Pembebasan bagi manusia yang telah berpuasa selama Ramadhan, dan haram berpuasa pada 1 Syawal.
Kata Fitri berarti aftara dalam Hadis Nabi tentang do’a berbuka puasa, yaitu:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ:
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Artinya:“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya bahwa sesungguhnya jika Nabi Saw. berbuka puasa, beliau membaca (doa), ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu”(ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka”.

Allahu Akbar Wa Lillahil Hamdu
Hadirin Yang Berbahagia

3. Esensi Idul Fitri Gerbang Utama Meningkatkan Taqwa
Untuk memahami esensi Idul Fitri, mari kita simak Hadits Nabi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَاْلأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ – رواه ابن ماجه

“Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Idul Fitri adalah hari dimana kalian berbuka, dan Idul Adha adalah hari dimana kalian berkurban.” (HR. Ibnu Majah)

Berdasarkan Hadits di atas, kata fitri (الفطر) berarti “berbuka” karena ia berasal dari kata (أفطر ) yang memang secara bahasa artinya berbuka setelah berpuasa.
Namun jika kata fitri diterjemahkan “fitrah”, yang berarti suci dan bersih, ini menyandarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah SAW :

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ – رواه البخاري

“Rasul SAW bersabda, “Tidak seorang anak dilahirkan, melainkan ia dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih/suci). Orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Kata fitri yang diartikan fitrah menimbulkan kata fitri dalam pengertian Idul Fitri keluar dari esensinya. Dari maknanya secara harfiah ini, dapat disimpulkan adanya dua makna dalam menerjemahkan Idul Fitri, yaitu :
a. Idul Fitri diterjemahkan dengan kembali kepada fitrah atau kesucian, adalah pemaknaan yang tidak tepat, terkait dengan ibadah sebulan penuh pada bulan Ramadhan.
b. Idul Fitri diterjemahkan dengan hari raya berbuka, setelah sebulan penuh ia berpuasa, menjalani ibadah puasa karena Allah Swt, pada hari Idul Fitri ia berbuka dan tidak berpuasa sebagai ungkapan bersyukur kepada Allah Swt, adalah pemaknaan yang tepat, sesuai dengan konteks 1 Syawal.

Ungkapan bersyukur bagi umat Islam, yaitu mukminin wal mukminat yang telah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Mereka mengungkapkan rasa syukur kepada Allah sekaligus petanda mereka telah meningkatkan Iman dan Taqwa kepada-Nya, sebagaimana tujuan puasa (Q.S 2: 183).
Orang-orang yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan, mereka telah berhasil melatih hawa nafsu, membimbing jiwa mereka, menjadi jiwa yang suci, jiwa yang bersih, jiwa yang taqwa, sekaligus mereka berhasil menekan jiwa yang jahat (fujur), sehingga mereka mampu membebaskan diri (jiwa)-nya dari belenggu hawa nafsu, karena jiwa mereka hanya tunduk, taat, dan patuh untuk beriman dan beribadah kepada Allah Swt.
Orang-orang yang telah berpuasa Ramadhan dan mampu mengendalikan hawa nafsu, mampu menjaga kesucian jiwanya, berarti mereka mampu membebaskan dirinya dari perbudakan hawa nafsu dalam dirinya. Mereka merasa bebas dari belenggu hawa nafsu, mereka merdeka dari perbudakan hawa nafsu. Mereka tergolong orang-orang yang bebas (lebaran) dan mereka pula yang tergolong orang-orang yang memperoleh kemenangan. Maka mereka pada hari raya (idul fitri) bersemboyan sebagai ungkapan do’a kepada Allah Swt:

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

“Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang memperoleh pembebasan dan sebagai hamba-hamba-Nya yang memperoleh kemenangan (melawan hawa nafsu). Dan semoga Allah SWT menerima seluruh amal ibadah kami dan kalian (kita semua).”
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa ciri-ciri orang yang meningkat iman dan taqwanya, jika ia mampu membebaskan diri (merasa bebas) dari belenggu hawa nafsu, dan dirinya hanya untuk beriman dan menghamba kepada Allah Swt, yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah Swt yang didasarkan iman kepada-Nya. Berarti, orang-orang mukmin yang hanya beribadah kepada Allah Swt, mereka mampu mengendalikan hawa nafsu sehingga lahirlah keikhlasan dan kesabaran. Mereka selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mereka selalu berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat yang dinamakan taqwa.

Dengan demikian, orang-orang yang bertaqwa kepada Allah adalah mereka yang selalu menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan jahat (amar ma’ruf wa nahy munkar) atas dasar iman kepada Allah Swt. Hal demikian dapat dimengerti bahwa tujuan puasa adalah untuk meningkatkan iman dan taqwa. Iman seseorang diwujudkan menjadi amal saleh (dalam hal ini adalah berpuasa Ramadhan dan ibadah lainnya terutama shalat wajib dan shalat sunnah, dan menunaikan zakat) yaitu taqwa.

Dengan perkataan lain, iman diwujudkan menjadi amal saleh, dan amal saleh adalah taqwa, serta esensi taqwa adalah kebaikan.

Jama’ah Shalat Idul Fitri Yang Dimuliakan Allah

4. Kebaikan-kebaikan yang dapat Meningkatkan Taqwa
Sekali lagi kita nyatakan, bahwa esensi taqwa adalah kebaikan. Berarti, orang-orang yang iman dan taqwanya meningkat pada bulan Syawal, adalah mereka yang selalu berbuat baik untuk meningkatkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari hingga mereka (yaitu kita semua) menemui bulan Ramadhan tahun depan, dan tahun-tahun selanjutnya.
Pertanyaannya, kebaikan-kebaikan apa saja yang dapat meningktkan iman dan taqwa kita kepada Allah Swt?
Jawabannya, kita tidak usah bingung, dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menuntun kita untuk berbuat baik dan mendatangkan kebaikan. Menurut Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA ada beberapa kebaikan, antara lain:
a. Kebaikan (al-khair)
Kebaikan dalam pengertian al-khair, ialah kebaikan yang bersifat universal konspetual, kebaikan yang berdimensi kemanusiaan dan nilai peradaban seperti keadilan, kejujuran, dan penghormatan (saling menghormati). Dalam Al-Qur’an antara lain diungkap dalam Q.S. Ali Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran:104)
Ayat 104 tersebut mengandung kebaikan dalam pengertian al-khair, dan di dalam al-khair terdapat juga al-ma’ruf. Berarti al-ma’ruf bagian dari al-khair.

b. Kebaikan (al-ma’ruf)
Kebaikan dalam pengertian al-ma’ruf, ialah kebaikan realistis kommunal, kebaikan yang bernilai sosial, kebaikan yang dipandang pantas dalam kehidupan masyarakat. Kebaikan di sini berhubungan dengan adat-sitiadat dan budaya suatu masyarakat. dijelaskan dalam Q.S. Ali Imran ayat 110:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentu itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran: 110).
Ayat 110 tersebut menunjukkan mukmin dan muttaqin dalam pergaulan sosial, berinteraksi di masyarakat, dan berkomunikasi dengan orang lain seperti silaturahim agar menjaga nilai-nilai Islam yang dapat bersinergis dengan nilai budaya atau adat-istiadat yang tidak bertentangan dengan agama Islam.
Perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan Islam disebut mungkar seperti syirik, mencuri, membunuh, mencopet, menjambret, membegal, memperkosa, berzina, melakukan seks bebas, tindakan-tindakan LGBT, korupsi, tindakan kekerasan seperti KDRT, radikalisme, terorisme, narkoba, minuman khamr, dan sebagainya. Perbuatan maksiat ialah kemungkaran tertutup, dan perbuatan mungkar adalah maksiat yang terbuka. Perbuatan maksiat dan mungkar tidak pantas dilakukan masyarakat karena bertentangan dengan nilai Islam dan nilai budaya atau adat.
Tindakan maksiat dan mungkar suatu perbuatan yang tidak mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya dan orang lain. Maka cegahlah perbuatan maksiat, dan jauhkanlah tindakan mungkarat.

c. Kebaikan (al-ishlah/mashlahat)
Kebaikan dalam pengertian ishlah/mashlahat, ialah amal saleh, kebaikan bernuansa kepatutan, perdamaian, toleransi, kerukunan, persaudaraan, dan konstruktif. Q.S. Al-Hujurat ayat 10:
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” Kuncinya, terbarkan kasih sayang (rahmat)
d. Kebaikan (al-hasanah/ihsan)
Kebaikan dalam pengertian ihsan/hasanah, ialah kebaikan yang bersifat keelokan, keindahan, kecantikan, dan akhlakul karimah (keteladanan), keharmonisan/keseimbangan.
Dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab/33:21:
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. 33: 21).

Dijelaskan juga dalam Q.S. Al-An’am/6 ayat 160:
Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (Q.S.6:160).

Dijelaskan juga dalam Q.S. Al-Baqarah/2 ayat 201:
Artinya: “Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka”. (Q.S.2:201).
Ayat ini mengisyaratkan, inilah do’a yang sebaik-baiknya bagi seorang Muslim untuk sukses di dunia dan sukses akherat.
e. Kebaikan (al-birr)
Kebaikan dalam pengertian al-birr/al-abrar, ialah kebaikan yang bersifat kesetiaan, tolong-menolong, kerjasama, dan penghormatan kepada Al-Khalik, sesama manusia, setia/taat kepada ajaran Islam, menolong hewan, menjga lingkungan dan kelestarian alam. Dijelaskan dalam Q.S. Al-Maidah/6 ayat 2:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)’ dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah/5:2)

Kesimpulan sebagai penutup uraian, bahwa Idul Fitri hakekatnya adalah manusia bebas dari belenggu hawa nafsu sehingga memperoleh kemenangan karena iman dan taqwa mereka meningkat. Taqwa dalam kebaikan-kebaikan yang bernuansa al-khair, al-maruf, al-ishlah, al-hasanah, dan al-birr. Kebaikan-kebaikan dari iman menjadi amal saleh supaya meningkat dalam kehidupan sehari-hari untuk kebahagiaan di dunia & akherat.***
Khutab Kedua

الله أكبر 7×. كبِيرْاً والْحمْدُ للهِ كثِرْاً وسُبحْان اللهِ بُكْرة وأصِيْلاً ،لا إلِه إلِا اللهُ و اللهُ أكبرُ، اللهُ أكبر وللهِ الحمْد . الحمْدُ للهِ الذِي ربانا على الشدائِدِ والمْلاحِمِ باِلصّيامِ.
وجعلنا باِلصّبر والْيقِيْنِ أئِمة الْأنام . أشهدُ أنْ لا إلِه إلِاّ اللهُ وحْدهُ لا شرِيْك لهُ، شهادة صِدْقٍ وحق ، وأشْهدُ أن مُحمدًا عبدْهُ ورسوْلُهُ المْبعْوْثُ رحْمةً للعالمين ، و بعد .

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا، اللَّهُمَّ عَنْ سَادَاتِنَا أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ .

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاِت، وَياَ قَاضِيَ الْحَاجَاتِ .
اللَّهُمَّ افْتَحْ لَنَا فَتْحًا مُبِيْنًا، وَاهْدِنَا صِرَاطًا مُسْتَقِيْمًا، وَانْصُرْنَا نَصْرًا عَزِيْزًا، وَأَتِمَّ عَلَيْنَا نِعْمَتَكَ، وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ، وَأَنْزِلْ فِيْ قُلُوْبِنَا سَكِيْنَتَكَ . اللَّهُمَّ تَقَبَّلْنَا فِيْ جُنْدِكَ الصَّادِقِيْنَ، وَحِزْبِكِ اْلغَالِبِيْنَ، وَأَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ . اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَصَالِحَ أَعْمَالِنَا .
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ. وللهِ الحمْد _ والحمْد للهِ رَبِ الْعالميْنَ .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *