Kado 72 Tahun Kementrian Agama
Oleh :
Akhmad Syarief Kurniawan
Wakil Sekretaris Ikatan Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Provinsi Lampung
“Usia ke-72 (Kemenag) bisa dikatakan tidak muda lagi atau cukup matang untuk ukuran usia manusia, mari bersama kita jaga, kita rawat warisan yang luar biasa baiknya oleh para pendahulu kita, sehingga saat kita harus menyerahkan ke generasi selanjutnya, dalam kondisi yang lebih baik”, H Lukman Hakim Syaifuddin.
Bulan Januari ini terasa sangat istimewa bagi keluarga besar Kementrian Agama Republik Indonesia. Sebagai lembaga tertua, Kementrian Agama telah mempunyai pengalaman panjang dan penting dalam mengurusi masalah-masalah sosial keagamaan masyarakat Indonesia. Undang-undang (UU) nomor 22 tahun 1999 dalam pasal 7 ayat (1) menetapkan bahwa agama merupakan salah satu dari lima bidang yang tidak diotonomikan dan dengan demikian membutuhkan instansi vertikal yang mengurusinya dan itulah Kementrian Agama, mulai tingkat pusat sampai tingkat kecamatan di seluruh persada Nusantara, Indonesia.
Kenyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa kedudukan dan kehadiran Kementrian Agama sangat penting untuk melakukan tugas dan kewajiban dalam masyarakat Indonesia yang terkenal relegius. Dengan berdasarkan pada asumsi kemajuan yang dicapai masyarakat disegala sektor, maka mau tidak mau Kementrian ini harus pula secara berkesinambungan berbenah diri, untuk meningkatkan pelayanan yang sesuai untuk meningkatkan pelayanan yangs sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Secara historis (tarikh), Kementrian Agama berdiri sejak sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 11 November 1945 yang secara aklamasi menyetujui dibentuknya sebuah lembaga untuk menangani masalah keagamaan di Indonesia. Persetujuan BP-KNIP ini, merupakan respon gagasan yang diprakarsai oleh KH. Abu Dardiri, M. Saleh Suaidi dan M. Sukoso Wirjosaputro.
Gagasan tersebut sebelumnya juga telah mendapatkan dukungan dari tokoh lainnya seperti Dr. Mohammad Natsir, Dr. Mawardi, N. Kartosudarmo, mereka melihat betapa pentingnya lembaga yang mengusrusi masalah-masalah keagamaan, sebagaimana pengalaman telah ditunjukkan oleh tokoh-tokoh agama sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Atas dasar persetujuan inilah, pada tanggal 3 Januari 1946, Presiden Soekarno dengan didukung oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dan segenap anggota kabinet saat itu, mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 1/SD tanggal 3 Januari 1946 tentang pembentukan Kementrian Agama dalam kabinet pemerintahan Republik Indonesia dan sekarang disebut dengan Kementrian Agama Republik Indonesia.
Fakta sejarah ini merupakan kenyataan bahwa kelahiran lembaga yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan di Indonesia, bukanlah warisan penjajah, tetapi murni dari keinginan masyarakat negeri ini. Usulan BP-KNIP itu ditanggapi positif oleh kabinet Soekarno pada waktu itu, merupakan lanjutan sikap yang aspiratif dari masyarakat bangsa Indonesia.
Diusianya yang relatif tua ini, Kementrian Agama kedepan menghadapi tugas yang lebih berat. Lembaga ini milik semua komponen bangsa Indonesia yang harus melayani kebutuhan masyarakat dalam semua bidang, terutama bidang sosial keagamaan dan pendidikan.
Belajar dari sejarah, setidaknya ada tiga hal utama yang dipesan oleh almarhum Prof. Dr. H.A. Mukti Ali (mantan Menteri Agama era Orde Baru) untuk membina Kementrian Agama, dulu bernama Departemen Agama, yaitu : keuangan, organisasi dan admninistrasi dan personalia (Sumber Daya Manusia), H. Soeroyo, 1993.
Pertama, keuangan, kebijaksanaan dalam soal keuangan ialah bagaimana agar supaya dapat setiap sen (rupiah) dari keuangan Kementrian Agama untuk sasaran setepat-tepatnya. Uang adalah licin oleh karena itu tiap-tiap pemborosan hendaknya dicegah. Pembukuan dan pengawasan hendaknya diatur sedemikian rupa agar diketahui untuk apa uang itu dipergunakan, sehingga menyempitkan kesempatan penyalahgunaan keuangan. Bahwa tidak sedikit rencana menjadi gagal karena kurangnya pengaturan dan pengawasan soal keuangan.
Kedua, organisasi dan administrasi, kerapian administrasi dan organisasi adalah syarat mutlak, setali tiga uang yang tidak dapat dipisahkan. Dalam masyarakat modern dan kompleks dewasa ini, organisasi merupakan sesuatu yang kompleks pula, penuh dengan lapisan-lapisan yang tersusun menurut suatu sistematika tertentu, unsur-unsur yang semakin berkembang dan jaringan hubungan timbal balik yang sangat pelik. Administrasipun meliputi pengendalian organisasi yang telah hidup, organisasi yang telah diarahkan kepada maksud dan tujuan yang yang hendak dicapai. Dalam hal ini Kementrian Agama sebagai organisasi dan administrasi hendaknya dibuat sedemikian mudah, supaya mudah pula melaksanakannya.
Ketiga, personalia (SDM), bertujuan supaya Kementrian Agama dapat menempatkan orang pada tempat yang sewajarnya. Suatu pekerjaan yang diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya akan hancur. Demi untuk meningkatkan daya kerja dalam lingkungan Kementrian Agama maka kadang-kadang diperlukan pemindahan seorang pejabat (mutasi) dari tugasnya semula ketugas yang lain atau bahkan memindahkan seorang pejabat dari sesuatu daerah tugas ke daerah yang lain.
Keinginan Kementrian Agama kelak menjadi Kementrian percontohan diantara instansi-instansi yang lain adalah sebuah keniscayaan. Kementrian Agama harus menjadi teladan dalam hal pemberantasan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), menegakkan komitmen integritas, profesional dalam menjalankan tugas, menjadi instansi yang bersih dan berwibawa.
Semoga bukan sekedar program seremonial belaka, seyogyanya Kementrian Agama juga memperhatikan dalam hal peningkatan memperkokoh kerukunan antar umat beragama, penyempurnaan penyelenggaraan ibadah haji dan peningkatan pendidikan dibawah naungan Kementrian Agama, baik formal maupun non formal terutama didaerah-daerah tertinggal.
Sesuai dengan tema Hari Amal Bhakti Kementrian Agama tahun ini “tebarkan kedamaian”, semoga kita semua mampu mewujudkan benih – benih kedamaian, mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, hingga lingkungan kerja, lebih-lebih menebarkan dalam konteks persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathoniyah). Wallahu’alam. Tabik.