Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam

Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam

Share :

Analisis Nalar Al-Narajil Dalam Pembaruan Hukum Islam
Dr. Agus Hermanto, MHI
Dosen UIN Raden Intan Lampung

Nalar adalah kemampuan berpikir logis, ilmiah dan dapat diterima oleh akal pikiran. Sedangkan Al-Narajil adalah kata bahasa Arab yang berarti buah kelapa, dua kata ini jika digabungkan akan menjadi sebuah pemahaman bahwa kemampuan seseorang dalam berpikir secara logis terhadap lapisan-lapisan yang ada dalam Al-Narajil sebagai salah satu metode analis ilmiah terhadap penyelesaian Hukum Islam kontemporer. Lapisan-lapisan ini tersusun dengan baik dengan lima tahapan pada lapisan tersebut.Pertama adalah pertanyaan tentang bagaimana Hukum Islam dapat disebut komprehensif? Maka perlu dibuktikan bahwa Hukum Islam itu mencakup dua hal, yaitu yang tetap (tsubut), dan yang berubah (taghayyur). Adapun prinsip-prinsip Hukum Islam adalah memudahkan (taisir), berkeadilan (al-adl), ber kesetaraan (musawah), dan berdemokrasi (al-syura).

Tahapan kedua adalah pertanyaan, apakah Hukum Islam dapat ditinjau dalam kajian multidisipliner? Perlu dipahami bahwa Hukum Islam itu syumul (komprehensif) sehingga dapat dikaji dalam berbagai pendekatan ilmiah, baik berupa intra doctrinal reform, yaitu pendekatan usul fikih dan teori-teori yang dapat digunakan untuk menganalisis. Kedua ekstra doctrinal reform, sebuah penelitian Hukum Islam dengan pendekatan teori Barat atau teori-teori luar usul fikih, semua pendekatan ini dapat dilakukan untuk menganalisis Hukum Islam.

Lapisan ketiga, pertanyaan tentang maqasid, apakah tujuan yang hendak dicapai dalam Hukum Islam? Tujuan Hukum Islam adalah li jalbi al-mashaalihi wa li daf’i al-mafasid (mengambil kemaslahatan dan menolak kemudharatan). Sedangkan tujuan Hukum itu bersifat primer (dharuriyat), skunder (hajiat) dan tersier (tahsiniyat). Hal yang bersifat dharuriyat adalah untuk menjaga agama (Hifdzu al-din), menjaga jiwa (hifdzu al-nafs), menjaga akal (hifdzu al-ql), menjaga keturunan (hifdzu al-nasl) dan menjaga harta (hifdzu al-mal). Selain pertanyaan tujuan Hukum juga muncul pertanyaan kedua adalah apakah kompetensi mujtahid dalam berijtihad tentang Hukum Islam? Perlu diketahui syarat utama mujtahid adalah beriman, mampu berbahasa Arab, menguasai al-Quran dan tafsirnya serta ulumul Quran secara kaffah, begitu juga ilmu hadis baik dirayat dan riwayat serta hal yang berkaitan dengan pemahaman al-Sunah Nabi Muhammad SAW.

Lapisan keempat, apakah kajian utama dari Hukum Islam kontemporer? Hukum Islam kontemporer kajiannya adalah Nash ( al-Quran dan al-Sunnah), sedangkan kajian kedua adalah konteks atau persoalan yang muncul pada persoalan yang sedang terjadi pada era kontemporer ini.

Adapun pusar dalam konteks hukum Islam ini adalah tangkai yang dapat menyambungkan dari luar tembus pada 5 lapisan yang ada dalam Al-Narajil.

Maka dari sinilah akan terlihat sebuah fenomena yang terjadi pada putusan hukum atau fatwa akan sangat mudah menelusuri nya, seperti misalnya bagaimanakah hukum childfree dalam kacamata Islam? Maka pertama harus ditelusuri bahwa hukum keluarga itu syumul (komprehensif) luas, utuh dan shaleh ngak ekslusif. Kedua perlu ada analis tentang pendekatan apa yang digunakan sehingga menimbulkan hukum baru pada childfree. Baru kemudian dapat kita lihat tujuan hukum berkeluarga, dan dapat dilihat kompetensi mujtahid, apakah ia orang beriman dan punya kemampuan secara baik dalam berijtihad. Sedangkan objek dalam kajian childfree ini dapat dilihat pada statement yang terjadi pada masyarakat, dan penelusuran Nash yang terkait.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *