Uji Ketauhidan (Pada Era New Normal)
Oleh: Dr. Abdul Syukur, M.Ag
Ketua MUI Lampung
Wakil Ketua PWNU Lampung
Khutbah Pertama
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَر اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.اَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ
وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ .
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ .أعوذ بالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجيم
قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينٗا قِيَمٗا مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ . (الانعام : ١٦١) صدق الله العظيم .
Jama’ah Shalat Idul Adha rahimakumullah,
Mari kita senantiasa memuji dan bersyukur kepada Allah, sebagai Tuhan (rabb) dan pencipta (al-khaliq) bagi kita dan semesta alam. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan berbagai nikmat kepada kita, dan kita pun senantiasa beribadah dan memohon hanya kepada-Nya, agar kita selamat di dunia dan akhera.
Salawat dan salam semoga tercurahkan kepada nabi panutan kita, nabi teladan bagi kita, yaitu Nabi Muhammad Saw, dan semoga kita senantiasa mendapatkan syafa’atnya di dunia dan akherat kelak.
Selanjutnya, khatib berwasiat dan mengajak kepada kita, marilah tingkatkan iman dan takwa kepada Allah, dengan senantiasa menjaga ketauhidan kita kepada-Nya, kita hanya menyembah dan beribadah kepada-Nya, dan kita berakhalkul karimah sebagai buah keimanan dan ketauhidan kita kepada-Nya yang memancar pada diri kita dalam sikap dan akhlak yang mulia, agar kita bahagia dalam menapaki hidup di dunia dan di yaumil akhir sebagai ahlul jannah.
Jama’ah rahimakumullah,
Kita baru saja telah melaksanakan shalat Idul Adha berjama’ah dan selanjutnya mari kita simak isi khutbah yang singkat ini dengan judul Uji Ketauhidan.
Agama Islam yang kaffah mengandng ajaran tauhid (iman), ibadah dan mu’amalah (syari’ah) dan akhlakul karimah (ihsan). Iman merupakan akar dan fondasi bagi seorang mukmin, dan iman diwujudkan menjadi amal saleh (ibadah dan mu’amalah) serta puncak ibadah dan mu’amalah adalah akhlakul karimah. Ketiga kompnen ajaran Islam ini merupakan satu-kesatuan yang integral.
Karena iman merupakan fondasi dalam amalan ibadah, maka penting bagi kita untuk meneguhkan keimana kita dalam rangka membangun persaudaraan (ukhuwah), kerukunan (musawah), dan mengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan (mashlahah) sebagai buah dari ketauhidan kita kepada Alloh Swt.
Kita mengenal, bapak moyang ketauhidan dan kakek moyang kemanusiaan adalah Nabi Ibrahim AS. Perjuangan Nabi Ibrahim dalam rangka mendapatkan hakekat ketauhidan, dengan pencarian dan menjelajahi seluruh kehidupannya hanyalah untuk mendapat dan menemukan ‘siapakah Tuhan yang sebenarnya wajib disembah?”
Pencarian Tuhan, beliau lakukan dengan kelana dan jelajah kosmologis (kauniyah) dengan mengamati fenomena alam, peristiwa yang terjadi di alam semesta. Beliau menyangka Matahari, Rembulan, dan bintang-bintang yang menyinari alam dan makhluk adalah Tuhan. Trnyata, ketika mata hari terbenam dan rembulan pun menghilang, serta bintang-bintang makin redup dan hilang dari peraduannya, maka Nabi Ibrahim berkesimpualn bahwa itu semua bukan Tuhan, tetapi ternyata ciptaan Tuhan.
Bukan hanya sampai di situ, pengalaman kauniyah Nabi Ibrahim dalam pencarian dan penemuan Tuhan yang hakiki. Beliau terus melakukan jelajah spiritual, pengalaman rohaniyah pun terus beliau pergunakan untuk menemukan Tuhan yang sebenarnya. Kemudian, beliau menemukan bahwa Tuhan yang sebenarnya, yang wajib disembah, dan hanya kepada-Nya meminta pertolongan, adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Hidup, dan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yaitu Allah Swt.
Allah Swt, sebagai Rabb dan Khaliq, adalah Tuhan pengatur alam semesta, dan Pencipta langit dan bumi serta seisinya. Pengalaman fenomenal Nabi Ibrahim didorong oleh Kondisi Keluarga, di mana ayah Nabi Ibrahim, Azar adalah penyembah berhala bahkan pembuat patung sebagai mata pencahariannya. Begitu pula, sistem kemasyarakatan dan kenegaraan yang menganut prinsip asnamiyah (keberhalaan), merupakan uji ketauhidan Nabi Ibrahim. Dalam menghadapi ujian, beliau terus berusaha dan berdo’a untuk dirinya, keluarganya, bangsanya dan negaranya dengan memohon petunjuk Allah kepada jalan yang lurus, tegaknya agama yang benar, ajaran Nabi Ibrahim yang hanif, dan terhindar dari kemusyrikan (politheistic). Do’a Nabi Ibrahim (QS. Al-An’am: 161:
قُلۡ إِنَّنِي هَدَىٰنِي رَبِّيٓ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ دِينا قِيَما مِّلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفاۚ وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ . (الانعام : ١٦١) صدق الله العظيم .
“Katakanlah:”Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 161).
Ayat 161 menjelaskan Nabi Ibrahim berdo’a kepada Allah:
- Allah menunjukkan kepada jalan yang lurus, yaitu Nabi Ibrahim memohon petunjuk (hidayah) Allah Swt.
- Nabi Ibrahim memohon hidayah Allah, yaitu petunjuk kepada jalan yang lurus (إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيم) yaitu mengikuti jalan hidup dari para Nabi dan Rasul Allah, parang pejuang Islam yang mereka wafat dalam membela agama Islam untuk kemaslahatan dan tujuan agamaa Islam (syuhada) serta orang-orang yang saleh (pejuang kebaikan, perdamaian, dan maslahatan umat).
- Nabi Ibrahim selalu berharap dalam do’anya, agar Allah tetap menjaga tegak-lurus agama yang benar (دِينا قِيَما) adalah ajaran Nabi Ibrahim yang hanif; ajaran yang disebarluaskan melalui kegiatan dakwah beliau kepada masyarakat dan penguasa masa itu.
- Do’a Nabi Ibrahim juga ditujukan dirinya, agar Allah Swt, tidak memsukkan Nabi Ibrahim kepada golongan musyrik. Sebab pada masanya, masyarakat dan sistem kenegaraan berpegang pada prinsip kehidupan asnamiyah.
Sistem kemasyarakatan dan kenegaraan serta pola hidup berbudaya keberhalaan begitu mengakar dan menyelimuti sendi-sendi kehidupan pada masa beliau. Ini digambarkan dalam Al-Qur’an Surah Al-An’am ayat 74:
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصۡنَامًا ءَالِهَةً إِنِّيٓ أَرَىٰكَ وَقَوۡمَكَ فِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٖ)٧٤(
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”
Ayat 74 di atas membuka dialog anak dengan bapak, yaitu Nabi Ibrahim menanyakan kepada Bapaknya, Azar: “Pantaskan berhala-berhala itu disembah, dijadikan tuhan?”Ternyata, orang tuanya sendiri tetap bersikukuh pada keyakinannnya, yaitu penyembah berhala, dan pembuat patung sebagai mata pencaharian.
Nabi Ibrahim pada kesimpulannya, bahwa bapaknya, keluarganya dan masyarakatnya pun penganut kepercayaan dan keyakinan yaitu penyembah berhalan, di mana berhala-berhala itu dijadikan tuhan-tuhan mereka, sesembahan kaumnya.
Namun demikian, Nabi Ibrahim tetap menghormati bapaknya, dan tetap berusaha mendo’akan kepada bapaknya, dan berdakwah ketauhidan kepada masyarakat dan penguasa masa itu. Nabi Ibrahim berdakwah kepada penguasa zalim, yang angkuh dan sombong yaitu raja Namruz.
Kemusyrikan yang menyelimuti kaumnya, politeisme yang mengakar dalam tatanan kenegaraan, serta sistem asnamiyah yang begitu membudaya di tengah masyarakat, bahkan pekerjaan memahat patung, berhala seabagai komoditas, mata pencaharian mereka. Upacara kenegaraan juga dengan protokol asnamiyah. Ini bertentagan dengan ajaran Nabi Ibrahim, maka Nabi Ibrahim dalam rangkaian dakwahnya, termasuk menghancurkan patung-patung yang disiapkan dalam upacara kenegaraan raja Namruz seluruh patung dihancurkan oleh Nabi Ibrahim, kecuali ada patung yang paling besar dibiarkan dan dipundaknya dipangguli pedang.
Porakporanda keadaan ruang upacara, dan berserakan patung-patung, maka masyarakat dan raja penganut asnamiyah pun menuduh bahwa itu perbuatan Ibrahim. Dalam keputusannya, Nabi Ibrahim mendapatkan hukuman, yaitu hukuman berat “dibakar di api unggun yang besar” dengan harapan Ibrahim mati dan hangus menjadi debu. Itulah konsekuensi ujian menegakkaan ketauhidan.
Dalam kondisi dan posisi seperti itu, Nabi Ibrahim berada di atas api unggun, dibakar, maka beliau berdo’a kepada Allah, dan Allah mengabulkan memerinahkan api dingin, bersahabat, dan menyelamatkan diri Nabi Ibrahm dari kezaliman raja Namruz.
Beliau berdo’a: memanggil api supaya jinak, padam, dan dingin. Memberikan pertolongn dan menyelematkan Nabi Ibrahim atas perintah Allah sehingga apipun dingin, tidak membakarnya.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Anbiya ayat 69 dinyatakan:
قُلۡنَا يَٰنَارُ كُونِي بَرۡدٗا وَسَلَٰمًا عَلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ ) ٦٩ (
“Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim.”
Uraian di atas, dapat diambil hikmahnya, bahwa berpegang teguh pada ketauhidan merupakan kenicayaan hidup bagi orang beriman kepada Allah, dalam segala aspek kehidupan, di mana pun dan kapankun, Allah akan selalu menolongya, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Maka kita, jama’ah yang masih berada pada new normal dalam perkembangan pandemic Covid-19, agar makin teguh dalam bertauhid dengan berusaha (taati protokol kesehatan dan protokol keselamatan), jaga jarak, cuci tangan, pakai masker dalam berinteraksi sosial, jaga nutrisi dan imun tubuh) dan berdo’a kepada Allah supaya Covid-19 yang “menyebar/membakar” di tengah masyarakat cepat padam, lenyap, hilang dari masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia. Tak kalah pentingnya, pandemik faham intoleransi, faham radikal, terorisme, komunisme, liberalism dan isme-isme lainnya yang akan menyoyak persatuan, mengancam kesatuan kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga kita mampu menangkalnya dengan pendekatan ketauhidan.
Hal ini juga dijelaskan dalam Hadits Nabi Saw:
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ مِنْ عَلَّاتٍ، وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى، وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Para Nabi berasal dari satu ayah (Adam), ibu mereka berbeda-beda, namun agama mereka satu.“ (HR. Muslim no. 2365)
Maksud dari “agama mereka satu” adalah semua mereka mendakwahkan tauhid. Yaitu tauhid berdimensi teologis dan humanities sehingga disebut ketauhidan. Sedangkan yang dimaksud: وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (ibu mereka berbeda-beda) adalah syariat setiap Rasul itu berbeda-beda. Firman Allah Swt. لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS. Al-Maidah: 48). Nabi Saw bersabda:
فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى
“Maka hendaklah yang pertama kali engkau serukan kepada mereka adalah agar mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari no. 7372)
Demikian khutbah ini disampaikan, semoga kita tetap menjaga dan mengamakan tauhid untuk meninkatkan iman dan takwa serta menjaga persatuan, persaudaraan dan kemaslahatan kita bersama.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ
Khutbah Kedua
الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ ، الله أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ . لَااِلَهَ اِلَّا الله وَاللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلله الحمد . الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ:
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ ، وَقَالَ تَعاَلَى : إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ ،
اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.وصل الله على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أجمعين.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر ولله الحمد.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Untuk mendapatkan teks silahkan Klik Link berikut, semoga bermanfaat:
1. UJI KETAUHIDAN (khutbah Idul adha)
Dukung Perjuangan Dakwah MUI Lampung dengan Like, Commet, Share and Subscribe 🛎 Youtube MUI Lampung