Opini: Sinergisitas Hukum Pajak dan Zakat Dalam Mewujudkan Indonesia Maju

Share :

Sinergisitas Hukum Pajak dan Zakat Dalam Mewujudkan Indonesia Maju
Oleh: Fathul Mu’in, MHI
Pengurus MUI Lampung
Dosen UIN Raden Intan Lampung
Mahasiswa Program Doktor UIN Raden Intan Lampung

Kemiskinan masih menjadi masalah yang tak kunjung tuntas di berbagai negara, bahkan dari generasi ke generasi problem itu tak juga mampu diselesaikan. Sejumlah pihak menganggap bahwa kemiskinan merupakan bukti dari ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi. Hukum pasar menyebabkan distribusi ekonomi tak merata.

Namun, jika dilihat dari sudut pandang lain, keberadaan Si Miskin dan Si Kaya ibarat dua sisi mata uang yang (harusnya) saling melengkapi. Keduanya hadir dalam kondisi ekonomi yang bertolak jauh, tetapi ada semacam magnet yang saling menarik satu sama lain agar saling berinteraksi. Adalah Pajak dan Zakat yang antara lain menjadi instrumen perekat hubungan Si Kaya dan Si Miskin dalam konteks bernegara sekaligus beragama (Islam). Meskipun landasannya berbeda, tetapi masing-masing memiliki tujuan mulia yang hampir sama, yakni fokus pada pengentasan kemiskinan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

Zakat dan pajak memiliki peranan penting dalam pembangunan di Indonesia. Jika zakat mampu dioptimalkan dengan baik akan menjadikan umat sejahtera. Zakat menjadi salah satu kewajiban umat muslim yang harus ditunaika. Pengertian zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Berdasarkan Data Badan Amil Zakat Nasional, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp.230 Triliun. Namun, dari potensi tersebut baru mampu terkumpul Rp8 triliun (3,5 persen). yang terkumpul. Sedangkan pajak juga menjadi sumber penerimaan terbesar negara Indonesia, namun terkadang baik zakat maupun pajak mengalami pasang surut penerimaan. Padahal, jika disadari baik zakat maupun pajak merupakan sumber pembiayaan pembangunan nasional.

Problem Penarikan Zakat dan Pajak

Potensi zakat dan pajak yang begitu besar itu masih mengalami sejumlah kendala. Seperti zakat misalnya, yang terjadi saat ini masih banyak umat Islam yang masih enggan membayar zakat. Padahal harta yang dimilikinya sudah mencapai nishab. Mengatasi permasalahan tersebut maka penting bagi para tokoh agama untuk memberikan pemahaman mengenai urgensi kewajiban dalam berzakat agar mampu mensyiarkan dan mengajak orang lain untuk segera menunaikan kewajibannya. Ketika umat Islam merasa bahwa dirinya memiliki sebuah kewajiban membayar zakat dan kewajiban itu disegerakan maka secara tidak langsung hal ini mampu untuk memperbaiki kesenjangan perekonomian yang tengah terjadi di lingkungan masyarakat. Dikatakan demikian karena ketika semua umat Islam menunaikan kewajibannya dalam membayar zakat hal ini sangat membatu kaum dhuafa dalam memenuhi kebutuhannya, artinya tidak akan ada saudara – saudara kita yang kelaparan sampai mengemis–ngemis dipinggiran jalan bahkan sampai melakukan tindak kejahatan hanya untuk mendapatkan sesuap nasi. Begitu juga dengan pajak, masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan mengeluarkan kewajiban pajaknya. Tidak sedikit yang melakukan pengemplangan pajak.
Padahal, pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara, dan itu telah menjadi kesepakatan bersa ma. Bahkan pajak saat ini menjadi satu-satunya sumber penerimaan terbesar pembangunan bangsa, untuk kesejahteraan, bangsa. Seandainya negeri ini tidak ada pengemplang pajak, secara tidak langsung mau tidak mau kesejahteraan masyarakat miskin akan meningkat, atau jumlah penduduk miskin akan berkurang.

Pasal 34 Ayat (1) UUD 45 secara tegas menyebutkan bahwa negara wajib melindungi fakir miskin dan orang telantar. Nah, untuk melindungifakir miskin dan anak telantar supaya mereka bisa hidup lebih baik, mereka harus sekolah serta mendapat makan atau pekerjaan yang baik. Secara sadar sebenarnya para pengemplang pajak sudah menggerogoti atau menggagalkan upaya negara untuk menyejahterakan rakyat. Bahkan secara ekstrem, pengemplang pajak punya andil dalam memiskinkan masyarakat. Penambahan jumlah penduduk miskin juga bisa dikatakan seakan diciptakan oleh pengemplang pajak. Kalau begitu, para pengemplang pajak harus disadarkan.

Dalam konteks hidup bermasyarakat, pengemplang pajak se-benarnya tidak layak untuk tinggal bersama. Mereka bisa digolongkan penduduk gelap yang hanya ingin menikmati fasilitas umum negara, tetapi tidak mau turut berkontribusi dalam membayar pajak. Pengemplang pajak harus menyadari bahwa penghasilan yang diperolehnya bisa terwujud karena adanya fasilitas umum yang disediakan negara. Jika tidak demikian, setiap orang tidak akan mampu menyediakan fasilitas umum untuk kebutuhan atau keperluannya sendiri-sendiri Kesadaran dan kepatuhan sudah saatnya menjadi budaya dan karakteri setiap orang (wajib pajak). Bila itu terjadi, keyakinan terhapusnya kemiskinan di negeri ini pasti terjadi. Instrumen pajak menjadi hal sangat penting untuk disadari. Pengemplang pajak yang terus-menerus melakukan pembayaran pajak tidak benar, harus ditindak bila benar terbukti bersalah.Tindakan hukum berupa pemeriksaan, penyidikan, dan penyanderaan merupakan instrumen lain dari hukum pajak yang bisa digunakan untuk menindak pengemplang pajak.

Integrasi Zakat dan Pajak

Lahirnya gagasan integrasi pajak dan zakat tidak terlepas dari kondisi penduduk Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Gagasann ini dapat dikatakan menjadi salah satu perwujudan transformasi hukum Islam sebagaimana dicita-citakan kan oleh Abdurrahman Wahid, dimana hukum Islam harus mampu mengembangkan watak dinamis dengan menjadikan penunjang dalam transformasi hukum nasional di dalam pembangunan nasional.

Hukum Islam yang telah lama hidup dan berkembang dalam tatanan hukum nasional sebagaimana diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Pada prinsipnya jika dikaji lebih mendalam terdapat persamaan dan perbedaan dari pajak dan zakat. Persamaan keduanya yakni kekuatan memaksa yang dimiliki serta melekat pada harta, pajak dan zakat juga memiliki kesamaan tujuan yakni dalam penyelesaian masalah ekonomi yang telah diatur agar dapat dikelola menurut cara yang dianggap tepat untuk mencapai tujuan, yaitu dengan menyetorkan pembayarannya ke lembaga resmi yang sudah disahkan pemerintah. Semuanya dikembalikan kepada batas minimum untuk dapat dikenakan kewajiban wajib bayar pajak dan zakat. Menunaikan kewajiban berzakat dan membayar pajak memberikan dampak positif bagi kemajuan Indonesia. Baik dari sisi perekonomian Imasyarakat, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *