Opini: Meneladani Rasulullah Saw dalam Memuliakan Jenazah

Share :

Meneladani Rasulullah Saw dalam Memuliakan Jenazah
Oleh: Dr. H. Yusuf Baihaqi, M.A
Pengurus MUI Lampung
Dosen UIN Raden Intan Lampung

Virus Corona telah banyak memakan korban, fenomena penolakan jenazah korban virus Corona pun marak terjadi di banyak daerah. Sebuah fenomena yang memilukan, lebih lagi bagi keluarga korban. Padahal proses pengurusan dan pemakaman jenazah tersebut sudah sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.

Penting bagi kita untuk meneladani rasulullah saw dalam memuliakan seorang jenazah, bahkan jenazah dari seseorang yang tidak ada sedikitpun keimanan dalam dirinya, dan ketika hidupnya pun ia kerap kali menyakiti beliau, keluarga, dan umatnya.

Dikisahkan bahwasannya ketika Abdullah bin Ubay meninggal, datang menemui rasulullah saw putranya, memohon agar rasulullah saw memberikan bajunya untuk dijadikan kain kafan bagi jenazah bapaknya. Rasulullah saw pun memberikannya. Kemudian, putranya kembali memohon agar rasulullah saw menshalati jenazah bapaknya, maka rasulullah saw pun berdiri berkehendak untuk menshalatinya, walupun sayyidina Umar bin Khaththab berupaya keras untuk melarang rasulullah saw, dengan berkata: wahai rasulullah saw, apakah engkau akan menshalatinya, bukankah Tuhanmu telah melarangmu untuk menshalati orang munafikin? Rasulullah saw menjawab: apa yang sudah diturunkan kepadaku oleh Tuhan-ku, memungkinkanku untuk memilih, karena Tuhanku berkata: Istaghfir Lahum Aw Lâ Tastaghfir Lahum In Tastaghfir Lahum Sab‘îna Marratan Falan Yaghfirrallâhu Lahum ((sama saja) engkau (Muhammad) memohonkan ampunan bagi mereka atau tidak memohonkan ampunan bagi mereka. Walaupun engkau memohonkan ampunan bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka) (Q.S. At Taubah: 80). Dan aku akan menambahkan lebih dari tujuh puluh kali, agar dia diampuni, kata rasulullah saw kepada sayyidina Umar.

Disaat rasulullah saw hendak menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, Allah swt menegur rasulullah saw, dan melarangnya untuk menshalatinya, mendoakannya atau menziarahinya, karena semuanya itu pertanda rahmat dan Abdullah bin Ubay adalah sosok yang tidak pantas mendapatkan rahmat baginda rasulullah saw, karena kemunafikannya (Q.S. At Taubah: 84).

Pasca turunnya ayat diatas, sebagai teguran langsung dari Allah swt kepada dirinya, rasulullah saw pun mengurungkan niat untuk menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, hal ini dilakukan oleh rasulullah saw bukan karena desakan sayyidina Umar, karena sisi kemanusiaan yang melekat dalam diri rasulullah saw jauh lebih besar melebihi sebatas desakan dari sayyidina Umar, akan tetapi lebih karena teguran langsung dari Allah, dan tidak ada pilihan bagi seorang manusia, termasuk nabi, dihadapan perintah Allah swt.

Teguran Allah swt atas nabi Muhammad saw pada ayat diatas, bukan berkaitan dengan proses penguburannya, melainkan berkaitan dengan proses penshalatan dan permohonan doa untuknya, sebuah proses yang dilarang keras dilakukan oleh seorang yang beriman kepada seorang yang tidak beriman. Sebagaimana dulu nabi Ibrahim as pun ditegur oleh Allah swt, ketika dia berupaya untuk memohonkan ampun untuk bapaknya yang bernama Azar yang tidak beriman (Q.S. Al Mumtahanah: 4).

Kami yakin membaca kisah diatas, rasulullah saw akan sedih ketika beliau melihat jenazah dari umatnya ditolak untuk dikebumikan, bukankah dia bagian dari orang yang beriman? bukankan pula jenazahnya sudah melalui protokol kesehatan yang berlaku? sehingga tidak ada alasan sedikitpun bagi jenazah tersebut untuk ditolak, apalagi oleh sesama umat nabi Muhammad saw. karena hak orang yang beriman pasca kewafatannya, adalah dimuliakan oleh saudaranya yang beriman, dengan cara mengurus jenazahnya dan mendoakannya (Q.S. Al Hasyr: 10).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *