Inilah Makna Filosofi Yang Terkandung Pada Tadisi Halal Bil Halal

Share :

20160731_070009_resized_1

Pringsewu: Di Indonesia, Bulan Syawal identik dengan tradisi Halal Bil Halal dimana setiap orang saling bersilaturahmi mengungkapkan kebahagiaan Hari Raya sekaligus digunakan untuk saling maaf-memaafkan dosa antar sesama. Tradisi ini merupakan khasanah Budaya Islami di Nusantara yang merupakan warisan para Wali dan Ulama Salafus Shalih.

“Jika dicari di Quran dan Hadits tidak ada Istilah halal bil halal. Namun ini tidak berarti budaya ini tidak sesuai dengan Ajaran Islam. Inti Sari dari Halal Bil halal adalah Silaturahmi dan ini merupakan sunnah Nabi,” Demikian dikatakan Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu H. Taufiqurrohim, Ahad ( 31/7).

Ia menjelaskan bahwa tradisi ini sudah ada sejak tahun 1700 an saat Nusantara Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Tradisi ini kemudian diformulasikan sedemikian rupa sehingga nuansa Islami hadir dalam tradisi tersebut.

“Itulah kearifan para wali dan ulama Nusantara. Kehadiran mereka selalu dapat memberikan hikmah dan pencerahan tanpa perpecahan. Kalau zaman dulu Para Wali banyak yang mengislamkan orang-orang kafir. Namun pada zaman sekarang ini banyak orang malah mengkafirkan orang Islam,” tegasnya saat Kegiatan Halal Bil Halal PCNU Pringsewu sekaligus Ngaji Ahad Pagi (Jihad Pagi) di Gedung NU Pringsewu.

Mas Taufiq, begitu Ia biasa dipanggil menjelaskan pula bahwa banyak sekali makna filosofis yang terkandung dalam Tradisi Halal Bil Halal di Indonesia. Diantaranya Ia mencontohkan penggunaan bahasa arab pada beberapa aspek seperti makanan yang sering disuguhkan pada saat hala bil halal.

“Ketan aslinya Khotiun maknanya kesalahan, Apem aslinya Afwun maknanya memaafkan, keluban aslinya Qulubana maknanya Hati untuk saling memaafkan dan masih banyak lainnya,” Katanya.

Makna Filosofis juga banyak terkandung pada menu makanan khas yang sering disuguhkan pada Halal Bil Halal disetiap Hari Rayanya  yaitu Ketupat. ” Ketupat itu ngaku lepat atau mengakui kesalahan. Bentuknya segi empat yang menunjukkan prinsip yang harus dilakukan saat halal bil halal yaitu Lebar atau Selesai, Luber atau menyebar, Lebur atau terhapus dan Labur atau putih bersih,” jelasnya.

Ketupat, tambahnya dibuat dari anyaman daun kepala yang masih muda yang dinamai Janur. “Janur berasal dari bahasa arab yaitu Ja’a Annur yang berarti telah datang cahaya,” Jelasnya. Oleh karenanya makna-makna filosofi yang luhur dari hal-hal tersebut harus dipertahankan dan diwariskan kepada para generasi penerus agar Islam di Nusantara tetap ada. (Muhammad Faizin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *