Halal Bihalal Sarana Persatuan Umat

Share :

Halal Bihalal Sarana Persatuan Umat

Dr. H. A. Khumaidi Ja’far, S.Ag., M.H.

Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Dan Pengurus MUI Provinsi Lampung

            Berbicara tentang halal bihalal rasanya tidak asing lagi bagi kita. Meskipun istilah ini tidak pernah didapatkan dalam al-Qur’an, Hadis , maupun kamus bahasa arab, tetapi yang paling penting bagi kita adalah makna/substansi yang terkandung di dalamnya. Halal bihalal memang merupakan tradisi di Indonesia yang dicetuskan oleh K.H. Abdul Wahab Chasbullah, yakni pendiri Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, namun sejatinya tujuan dan makna/substansi yang terkandung di dalamnya sangatlah luar biasa. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah mengapa halal bihalal perlu diselenggarakan? Apa manfaat dan hikmahnya bagi kehidupan manusia?

            Mengenai hal ini, halal bihalal diselenggarakan atas dasar keinginan bersama untuk berkumpul dan bersilaturrahmi dengan yang lain, yakni  untuk melepas rasa kangen dan rindu, sekaligus memadu kasih di antara kita setelah lama tidak bertemu dan tidak saling berkunjung. Mengapa kita perlu berkumpul dan bersilaturrahmi? Karena kita adalah saudara. Ingat firman Allah swt yang artinya “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu adalah saudara, maka saling berbuat baiklah (damailah) di antara mereka”. Berdasarkan ayat ini jelas bahwa kita semua adalah saudara. Karena kita adalah saudara, maka sudah tentu kita harus saling membantu, meringankan, peduli dan sayang menyayangi satu sama yang lain. Bukan sebaliknya di antara kita saling menyalahkan, menyudutkan, menjatuhkan, melemahkan, dan saling meremehkan. Berkaitan dengan hal ini, maka Baginda Rasulullah saw bersabda yang artinya “Janganlah di antara kalian saling hasud/iri dengki, janganlah di antara kalian saling memutus hubungan silaturrahmi, janganlah di antara kalian saling membenci, dan janganlah di antara kalian saling membelakangi, tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”.

            Berdasarkan hadis ini jelas bahwa apapun perbedaannya, baik karena perbedaan kedudukan, jabatan, penghasilan, pendapat, paham, dan lain-lain jangan sampai membuat kita saling iri dengki, saling memutus hubungan silaturrahmi, saling membenci dan saling belakang membelakangi. Tetapi justru dengan perbedaan-perbedaan itu kita jadikan sebagai sarana kekuatan untuk meraih cita-cita, mewujudkan impian dan memantapkan persatuan dan kesatuan. Ingat, orang yang suka hasud/iri dengki itu sesungguhnya akan dapat merusak amal kebaikannya, orang yang suka memutus hubungan silaturrahmi sesungguhnya akan dapat menghambat rezekinya sendiri, dan orang yang suka membenci orang lain hakekatnya dapat merusak harga dirinya, sebab orang yang suka membeci orang lain sama saja membenci dirinya sendiri, lihat al-Baqarah ayat 109 bahwa janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan. Dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda yang artinya “Sesungguhnya mukmin yang satu dengan mukmin yang lain itu bagaikan sebuah bangunan, di mana antara unsur yang satu dengan unsur yang lain saling menguatkan”. Ini artinya bahwa di antara kita harus saling membantu, memberi dukungan  dan kekuatan, sehingga persaudaraan dan persatuan di antara kita semakin mantap dan kuat.

            Selain itu perlunya menyelenggarakan halal bi halal karena kita ingin maaf-maafan. Mengapa kita perlu maaf-maafan? Karena kita punya salah dan dosa. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah saw yang artinya “Setiap anak Adam (manusia) pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah orang yang mau meminta maaf”. Ini artinya bahwa apabila kita punya salah atau dosa, maka segera meminta maaf, dan yang memberi maaf pun harus benar-benar ikhlas untuk memaafkannya bukan terpaksa, hal ini sebagaimana tersirat dalam Surat al-Baqarah Ayat 109 bahwa apabila ada orang yang berbuat salah atau dosa, maka maafkanlah dan berlapang dadalah. Ini dimaksudkan apabila kita melakukan suatu kesalahan, baik disengaja maupun tidak, hendaklah kita saling memaafkan, sebab dengan saling memaafkan hidup akan terasa aman, nyaman dan tentram. Apalagi kalau setiap orang selalu mengaku bersalah, kemudian tidak malu-malu untuk meminta maaf, alangkah indahnya kehidupan ini. Sehingga tidak ada lagi orang yang selalu mengaku benar, tidak ada lagi kesombongan  dan tidak ada lagi keangkuhan.

Berkaitan dengan hal ini Lebih lanjut Allah swt telah menjelaskan dalam surat al-Imron ayat 134 yang artinya “Bersegeralah menuju ampunan dari tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang semuanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang yang mau menafkahkan sebagian hartanya, baik dalam keadaan lapang maupun sempit, orang yang mampu menahan amarah/emosi, dan orang yang mau memaafkan orang lain yang bersalah”. Dengan demikian jelas bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain, dan dengan memaafkan kesalahan orang lain tentunya persatuan dan kesatuan umat nenjadi kuat.  Wallahu a’lam Bishawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *